Tampilkan postingan dengan label ngayawara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ngayawara. Tampilkan semua postingan

Nur, biyen aku tau sambat manawa donya iki tambah ruwet. Jebul saiki ruwete wis ora kena dibayangake maneh. Donya sing ruwet biyen kae bakale tambah ruwet. Lan reruwete iku ora bakal bisa wudhar, lan saiki wis dadi maharuwet tenan. Wis mbuh, Nur!

Yo bener, ora kabeh reruwet kudu dipikirne dhewe. Ora samubarang kudu dilebokne ati, dilebokne pikiran, apamaneh kanggo sangu turu dadi kegawa ngimpi. Mulane, Nur, Aku saiki ora gelem mikir sing ruwet-ruwet. Aku pingine mikir sing simpel-simpel wae. Ibarate tulisan ya mung dak waca irah-irahan utawa judhule wae. Sanajan irah-irahan uga kerep marai keblusuk-blusuk, nanging sak ora-orane aku isih duwe prinsip lan rasa. Mula bisa ngerti endi sing bener lan sing luput, sing apik lan sing elek.

Pancen ora gampang nepakake laku ono panggon lan wektu kanti tumindak sing trep. Nanging minongko ikhtiar kang tansah sabar dilakoni, kabeh dalan sing ruwet lan angel diliwati sabanjure tetep bisa dilakoni kanthi slamet. Manawa ora sarujuk, sajak ora cocog, bisa tabayyun utawa konfirmasi marang pihak-pihak sing bisa dipercaya.

Nur, ngertiya. Pas aku gawe tulisan iki, taun anyar lagi wae nglengserake taun lawas. Dene saiki taune wis tumiba ing taun 2022. Rasane taun 2021 kayadene mung ngleyang ngono wae. Sanajan wis akeh babagan sing dirancang, dilakoni, banjur dijibahi lan uga dievaluasi, nanging kaya dene ora krasa telungatus sewidak lima dina kok wis kelakon.

Nur, lumakune wektu kok ya wis adoh temen? Aku wis rumangsa tuwa, Nur. Deloken, jaman saiki wis akeh media sosial pating brubul metu anyar lan kawentar. Saiki jamane TikTok, YouTube, Instagram, lan WhatsApp. Dene Facebook lan Twitter isih rada rame, sanajan wis rada peteng kaya surup ing wayah sore. Yahoo wis mati, sanajan layanan layang elektronik utawa e-mail isih ana.

Jaman sudah berubah total. Apalagi sejak adanya VUCA* sekarang ini, yang namanya hubungan itu sangat penting. Hubungan bisa berupa koneksi maupun interkoneksi. Hubungan melibatkan dua atau lebih subyek, antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. 

Subyek disini bisa bermacam-macam. Bisa sesuatu yang konkret maupun abstrak, benda mati ataupun hidup, nyata ataupun maya, gaib maupun kasat mata. Koneksinya pun bisa bermacam-macam contohnya. Bisa berupa koneksi internet, hubungan interpersonal, hubungan antar disiplin ilmu, antara pikiran dan perasaan, hubungan dari hati ke hati, termasuk juga hubungan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan. 

Bahkan di dalam sebuah subyek individu, hubungan antara otak kiri dengan otak kanan juga menjadi penting karena dianggap berpengaruh dalam tingkatan kompetensi seseorang. 

Hubungan kian penting, sehingga tanpa hubungan itu sebuah subyek akan menjadi kurang optimal, bahkan “tak berguna” dalam capaian tujuan tertentu. Ketika terjadi koneksi internet yang tidak optimal, seseorang bisa marah-marah karenanya. Keresahan inilah manifestasi dari sebuah kerinduan. Ketika hubungan interpersonal tidak bisa berjalan dengan baik, maka disini juga bisa terlahir sebuah keresahan berupa kerinduan. 

Jadi jelas bahwa kerinduan adalah tidak hadirnya konektivitas yang optimal antara dua subyek atau lebih. Subyek yang merasakan kerinduan adalah subyek perindu. Subyek perindu merindukan subyek yang dirindukan. Subyek perindu merupakan subyek emosional atau intelektual yang mengalami keresahan akibat tidak hadirnya konektivitas yang optimal terhadap subyek yang dirindukan. Ketidakhadiran ini bisa diartikan sebagai salah satu bentuk kesunyian.

Keresahan rindu ini bisa berbeda derajadnya. Bisa dalam ambang batas toleransi, bisa juga kalau sudah memuncak menjadi badai emosi yang menimbulkan prahara dalam batinnya. 

*VUCA = Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity, menggambarkan lingkungan (bisnis) yang makin bergejolak, kompleks dan bertambahnya ketidakpastian.

Medsos dengan segala kontoversinya itu ibarat pisau, bisa buat memotong-motong sayur dan membantu menyiapkan masakan di dapur, bisa juga digunakan buat melukai orang lain dengan segala alasannya. Bisa berguna dalam kebaikan, bisa juga digunakan dalam kejahatan. Tapi karena saya orang baik, medsos yang saya punya juga jadi alat yang baik, hehehe….

Ya nggak baik-baik amat, setidaknya masih banyak manfaat daripada mudorotnya, gitu deh. Fungsi utamanya buat komunikasi data terkait kerjaan kantor. Tapi ada juga fungsi sampingannya. Mitsalnya saja sebagai tempat berbagi hal-hal yang baik, lucu, ngasih nasihat, menggugah semangat, memanggil hati nurani, dan sebagainya. Ada banyak sih materi-materi yang sudah sempat mampir di medsos, kiranya kalau semua mau dimasukin di blog ini mungkin bagus. Ya sesekali mungkin perlu dibagikan, tapi kalau semua ya nggak kalik yaa… ntar kontennya jadi kurang orisinil. Nggak seksi lagi….

Tapi baiklah, daripada pesan-pesan positif itu hilang menguap begitu saja, saya sempatken sesekali lah “mengabadikannya” disini. Kali aja bermanfangat bagi elu-elu pade yang masih bersedia baca-baca. Soalnya nak-anak sekarang tuh pada males baca. Apalagi sekarang eranya vlog, orang lebih suka mantengin konten video, itupun masih harus diskip-skip biar cepet selesai.

Jadi sebenernya akutuh menghargai kamu yang masih suka baca-baca dengan sabarnya. Ternyata konten berupa tulisan tidak membuat kamu bosen. Bahkan masih membaca juga secara urut tanpa penasaran dan langsung skip ke paragraf selanjutnya. Hmmm… hebat deh kamu! Jangan-jangan hanya karena lagi nggak gableg pulsa data karena habis paketan internetmu aja? Hahaha… cari gratisan hotspot sana kek….

Konon katanya orang itu hanya akan ketemu dengan apa yang dia cari. Seorang ulama besar pernah mengatakan bahwa dia tidak pernah ketemu pelacur ketika dia sedang berada di Amerika. Sementara orang lain menyanggah, bahwa tidak mungkin tidak ada pelacur di Amerika, sedangkan di Arab saja banyak ditemui.

Demikian juga kalau kita punya keinginan kuat akan sesuatu, bisa jadi kita akan mendapatkannya. Saya nggak tahu apakah keinginan itu bisa terwujud tanpa doa. Apakah keinginan yang dipendam itu merupakan bagian dari doa. Apakah doa harus dilafalkan dan dirangkaikan dengan kata-kata terlebih dahulu.

Entahlah… pada akhirnya kita hanya percaya bahwa kita telah mendapatkan yang terbaik dariNya. Keinginan yang kita miliki, kalau belum diberi, itulah yang terbaik bagi kita agar terus bersabar. Kalau akhirnya diberi, itulah yang terbaik buat bersyukur.

Mungkin keinginan saja tidak cukup, harus ada upaya untuk menggapainya. Namun tidak sedikit keinginan yang terlalu sulit untuk digapai dengan usaha, bahkan usahanya pun kadang tidak bisa kita ketahui, usaha tepat seperti apa yang bisa kita lakukan untuk keinginan tertentu itu. Sebelum tahu upayanya apa, tentu yang harus pertama kali jelas adalah keinginannya. Kalau keinginan saja tidak jelas, bagaimana bisa berupaya?

Yang namanya keinginan dan harapan tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Karena dengan adanya harapan itulah maka ada kehidupan. Makanya, teruslah berharap. Setidaknya untuk terus mengisi hidupmu. Tentunya hidup akan jadi hampa tanpa harapan.

Mulai dari harapan sederhana yang hanya terlintas di pikiran sampai dengan harapan besar yang terus dipendam untuk ditunggu realisasinya, tentu akan bervariasi bagi setiap insan. Kebutuhan dan selera tiap orang akan diikuti oleh warna hidupnya, kadar kenikmatan yang dirasakannya, sampai dengan besarnya rasa syukur yang dimilikinya.

"Yang salah siapa?" inilah pertanyaan paling mudah ketika terjadi permasalahan. Kemudian, mencari-cari kesalahan orang lain adalah hal paling mudah selanjutnya. Entah mengapa yang namanya kambing hitam itu selalu harus ditemukan? Disadari atau tidak, yang paling mudah disalahkan adalah pimpinan. Dialah kambing hitam yang sesungguhnya. Maka dari itu, jangan jadi pemimpin kalau mau selamat.

Seperti sudah menjadi kodrat, siapapun pimpinannya, entah itu suatu negara, suatu lembaga, institusi, organisasi, bersiaplah disalahkan. Bersiaplah digunjing, dihina-hina, didiskreditkan, dikambinghitamkan, dianggap mendzolimi, dibully, dan sebagainya.

Menjadi Presiden adalah menjadi orang paling “berdosa” saat ini. Siapapun orangnya. Karena budaya menyalahkan sudah terlanjur mudah menular. Sekaranglah jamannya menyalahkan orang lain. Koreksi diri tidaklah populer. Orang yang mengajak koreksi diri pun dianggap belum tentu bisa melakukan koreksi diri.

Pemimpinlah yang salah. Ada yang salah juga dalam pendidikan dan pelatihan kepemimpinan saat ini. Orang jadi lupa bahwa dia juga harus memimpin dirinya sendiri pada saat yang sama dia memimpin orang lain. Bahkan dia harus bisa memimpin dirinya sendiri lebih dahulu sebelum dianggap bisa memimpin orang lain. Entahlah, bagaimana caranya memimpin diri sendiri itu. Sulit mungkin untuk dibayangkan. Terlalu abstrak!

Apalagi menyalahkan diri sendiri. Itu hampir mustahil. Ego itu di atas segalanya. Sangat anti untuk disalahkan. Yang salah adalah orang lain. Pasti ada pembenaran untuk memperjelas kesalahan orang. Pembenaran pun dicari. Hanya orang-orang yang memiliki kesamaan saja yang bisa berteman. Lainnya musuh! Perbedaan adalah hal yang biasa. Tetapi pemahaman akan perbedaan sudah tidak ada ruang lagi.

Mungkin kamu pernah mendengar cerita heroik tentang penyelamatan korban kebakaran dan pemadaman api dahsyat yang terjadi. Pelakunya lantas mendapatkan berjuta pujian dan sanjungan. Seketika itu juga sang pelaku penyelamatan dan pemadaman api mendapatkan popularitas. Kebakaran tersebut dipicu masalah sepele, yaitu adanya orang yang merokok di dekat orang jualan bensin. Dia sempat ditegur oleh seseorang. Tapi orang yang menegur itu tidak ketahuan lagi siapa orangnya. Kalah populer sama orang yang memadamkan api tadi.

Tindakan pencegahan memang tidak pernah populer untuk dilakukan, tidak menarik. Tetapi tindakan pemadaman kebakaran bisa jadi malah disanjung-sanjung.

Orang lebih tertarik mengembangkan tekhnologi pemindaian otak daripada mengembangkan pencegahan penyakit stroke atau kanker. Orang lebih suka berdebat masalah banjir daripada memperbaiki perilaku membuang sampah sembarangan. Orang lebih menghargai upaya menangani kemacetan lalu lintas daripada perencanaan dan pembangunan infrastruktur jalan. Orang lebih memilih peran yang lebih populer dengan fokus pada sebuah akibat langsung daripada mencegah dampak buruk yang belum tampak di muka mereka.

Kita seringkali tidak pernah peduli pada penyebab suatu masalah. Nanti kalau masalah sudah berulang dan terakumulasi, barulah analisis-analisis dilakukan untuk menemukan penyebabnya. Setelah penyebab diketahui, orang pun hanya sekedar tahu saja tanpa bersedia dengan sukarela mengubah perilakunya. Lebih nyaman tanpa perubahan. Perubahan dianggap terlalu menyakitkan. Tetapi ketika melihat fenomena yang terjadi selanjutnya, seolah tanpa dosa, tanpa tahu kalau sebab-akibat itu terus berantai membentuk efek domino yang tidak pernah berakhir.

Wow... sepertinya ini isu yang sempat membuat kita syok saat pertama kali mendengarnya. Terlepas dari pro dan kontra mengenai pernyataan seorang jendral yang mengutip novel Ghost Fleet karangan Peter Warren Singer bahwa Indonesia akan bubar di tahun 2030, kekhawatiran seperti ini perlu kita tangkap. Tentunya kita bukan dalam posisi mendukung bubarnya negera NKRI, bukan juga pesimis terhadap persatuan bangsa di masa yang akan datang, tetapi prediksi-prediksi seperti ini, walaupun dinyatakan dalam bentuk sindiran, jokes ataupun cerita fiksi sekalipun, kiranya perlu dihargai untuk kebaikan kita. Kita perlu berpikiran positif dulu deh mengenai isu-isu seperti ini. Seperti kata pak Kapolri Jendral Tito Karnavian yang menilai pidato Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto tersebut bisa dijadikan panggilan untuk menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menyikapi prediksi semacam ini, saya teringat saat tahun 2011 dulu pernah ada prediksi bahwa dalam waktu 21 tahun ke depan yang namanya “minyak bumi” akan musnah. Dengan jumlah produksi yang semakin menurun, sumber minyak yang semakin terkikis, serta penggunaan yang seperti sekarang (di saat itu), maka mulai 21 tahun ke depan anak cucu kita tidak lagi mengenal apa yang disebut “minyak bumi”.

Minyak bumi sebagian besar digunakan untuk memproduksi bensin dan minyak bakar, keduanya merupakan sumber "energi primer" utama. Namun sekarang belum sampai 21 tahun sejak tahun 2011, kita sudah mulai kehilangan minyak bakar atau yang disebut minyak tanah. Kompor minyak sudah ditinggalkan orang, lalu beralih ke gas sesuai kebijakan pemerintah yang diluncukan pada awal tahun 2007 berupa kebijakan konversi minyak tanah ke gas LPG (Liquid Petroleum Gasses). Menurut Pertamina.com waktu itu, cadangan bahan bakar minyak dunia yang semakin menipis menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk melakukan konversi terhadap bahan bakar gas yang masih tersedia dalam jumlah besar.

Kenyataan tersebut menjadikan pelajaran bahwa prediksi menyangkut isu-isu menakutkan sekalipun, terutama yang menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat banyak, perlu disikapi dengan pikiran positif dan kesiapan mental untuk berubah. Jadi bukan masalah sikap optimis atau pesimis, tetapi lebih skeptis dan obyektif melihat situasi dengan data-data yang ada saat ini. Kita justru harus bersyukur sudah ada yang melontarkan isu seperti itu, menurut saya bukan untuk dilawan dengan opini sendiri lalu menyulut polemik dan nyinyir-nyinyiran di dunia maya. Menurut saya justru bagaimana supaya isu itu tidak menjadi kenyataan di masa datang.

Bayangkan kalau teman saya si A yang suka nyinyir ke si B. Suatu saat karena ada kesempatan si B bales nyinyirin si A. Lalu saya dengan tanpa dosa sekaligus nyinyirin si A dan si B yang sedang nyinyir-nyinyiran. Bukannya jadi lebih wise malah jadinya saya sama saja dengan mereka.

Jaman sekarang ini siapa sih yang bisa hidup tanpa media sosial atau medsos? Siapapun pasti punya, entah itu dia seorang pejabat sekelas Presiden, entah itu karyawan kantor, karyawan pabrik, pedagang asongan, bakul soto, tukang tambal ban, anak ingusan, sampai siluman kura-kura ninja dan hantu pun punya akun di medsos. Kini medsos bukan hanya milik perorangan, tetapi organisasi-organisasi yang eksis saat ini semuanya menggunakan medsos untuk media pemasar dan sosialisasi produk-produk yang mereka hasilkan.

Makanya sayapun termasuk yang paling duluan punya medsos, ya sekedar buat eksis juga sih. Biar tidak kehilangan teman, itu alasan utamanya. Maklum, hidup di belahan Nusantara bagian tertentu yang jauh dari asal muasal saya bisa jadi “orang hilang” kalau tidak eksis. Saya punya akun dari pertama kali buka sampai sekarang tidak pernah ganti-ganti. Walaupun banyak yang suka gonta-ganti akun dengan alasan ganti gadget, lupa password, pernah dihapus, dan sebagainya.

Dulu jaman medsos belum seramai sekarang, saya sering melempar hal-hal sembarangan. Baik itu lelucon, sindiran, maupun pendapat mengenai segala sesuatu, termasuk ungkapan perasaan di saat itu. Bisa saja hal-hal yang positif, bisa juga hal-hal yang negatif. Tampaknya sih ya aman-aman saja karena disamping teman medsos masih sedikit, juga fitur-fitur share dan reshare belum semasif sekarang. Makanya kalau saya menjenguk kembali status-status jaman dulu di Facebook, kadang suka geli sendiri. Sering juga heran kenapa dulu saya berani mengungkapkan hal-hal yang barangkali tidak penting dan bahkan kurang pantas. Dulu memang tidak banyak orang nyinyir seperti sekarang.

Para superhero sekarang mainnya keroyokan. Nggak ada lagi kisah Spiderman lawan penjahat atau Superman lawan musuhnya satu lawan satu.

Mengapa?
Mungkin kisah kepahlawanan "solo karir" seperti yang sudah sering kita lihat di jaman dulu-dulu itu sudah dianggap ketinggalan jaman.

Tapi apakah memang begitu? Memang kita selama ini mengenal pahlawan super itu sebagai superhero dalam dunianya sendiri-sendiri. Kita tidak pernah menyangka bahwa ternyata Batman itu bisa bertemu Superman dan berantem dalam “dunia” yang sama. Ternyata pertemuan itu dimungkinkan untuk saat ini.

Setelah kelompok lakon “The Avengers” yang terdiri dari beberapa karakter pahlawan versi Marvel seperti: Iron Man, Captain America, Thor, Hulk, Spiderman dan lainnya muncul beberapa kali di layar lebar dalam versi keroyokan, tentunya, di akhir tahun ini akan hadir “Justice League” keroyokan versi DC Comics. Justice League ini menghadirkan Batman yang berkolaborasi dengan Wonder Woman untuk merekrut beberapa pahlawan super versi DC Comics seperti Aquaman, Cyborg dan The Flash untuk melawan penjajah penjahat! Ceritanya melanjutkan film sebelumnya “Batman v Superman – Dawn of Justice” dimana endingnya Superman telah mati saat melawan Doomsday.

Dari beberapa sumber yang saya baca, dunia perfilman sudah menampilkan lebih dari 10 film Superman dan 12 film Batman untuk akhirnya ada ide mempertemukan kedua tokoh utama tersebut. Pertemuan itu begitu terasa seru untuk dinikmati, sama serunya dengan menikmati kisah-kisah mereka di saat masih "solo karir" dalam "dunia" masing-masing. Hal ini karena kisah kepahlawanan ala superhero terkenal seperti kisahnya Superman, Batman, Spiderman serta kehadiran karakter wanita seksi yang perkasa seperti Wonder Woman memang selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengidolanya.

Wong Jowo wis kebacut luput. Unèn-unèn kok “sing waras ngalah”? Yèn mangkono iku wong édan bébas kluyuran. Sing kuwasa wong édan, sing duwé dominasi ya wong édan, sing berperan dalam kehidupan iki banjur kakèhan wong édan. Mayoritas édan!

Yèn ora ngédan ora keduman. Sing waras yèn ora gelem ngalah banjur mèlu-mèlu édan. Kang tundhoné dadi kaya jaman saiki iki. Akèh wong waras sing éthok-éthok édan, akeh kepalsuan, tumiba jamané jaman pasca kebenaran. Akèh hoax. Akèh plagiat/plagiator. Akèh pawarta-pawarta palsu kang dianggep bener. Akèh fakta kang jungkir-walik. Pseudosains.

Ing tlatah akademik ana réktor kena ing pecat amarga kasus plagiat. Ing kosok baliné, réktor mau banjur nuntut bales kanthi tuntutan kena ing pitenah. Ing tlatah hukum ana tersangka kang lolos ing tuduhan, kamangka kasusé wis jelas padhang jingglang cetha wéla-wéla. Ing tlatah pulitik samsaya manèh tambah ruwet. Sing nembé anget saiki, nemahi Sèptèmberan isu PKI njedhul ing pacelathon-pacelathon media sosial lan pawartan.

Pratéla pancèn bener apa sing naté dijangka dening Ki Jayabaya. Ramalan iku uniné kira-kira mangkéné:
“… jamané jaman édan,
sing ora édan ora bakal keduman
nanging sabeja-bejané wong édan ,
isih luwih beja wong kang éling lan waspada….”

Lha yèn éling lan waspada rak ateges waras? Yagéné kudu ngalah? Apa téga nyawang kahanan kang dikuasai déning wong édan, gendheng, sinthing, lan sapituruté? Kegilaan merajalela. Yèn ndelok kahanan patang puluh taun kapungkur kang kaya mangkana, wus cetha bédané karo telung puluh taun kapungkur. Banjur rongpuluh taun kapungkur nuli sepuluh taun kang pungkasan iki tambah suwé samsaya rusak kahanané. Sejatiné mbok manawa ora rusak, amung malih rupa. Luwih modhèren, kekinian.

“Kedelep…! Kedelep…! Kedelep…!”

“Opo to kuwik?”

“Aku sing ngendhangi, kowe sing nyanyi!”

“Weh … wegah! Aku raisoh nyanyi!”

“Yowis, neknu kowe sing ngendhangi…. Ndang!”

“Kedelep…! Kedelep…! Kedelep…!”

“Wakakakakakak……!”

“Lho, malah ngakak?”

“Lucu!”

“Kendhang kok kedelep-kedelep, apane sing kedelep? Aku kok dadi mbayangke sesuatu sing ora-ora.”

“Yen ngono ganti … icikiwirrr… icikiwirrr…”

“Kaya-kayane penak yen dadi pelawak yo? Uripe mung ngakak thok, bayare akeh!”

“Ah, yo ora mesthi! Urip iku katone wang sinawang. Nyawang leliyan katone enak-kepenak, nanging sing nglakoni yo babak bundhas, wong liya ora ngrasakake. Rumput tetangga nampak lebih hijau dari rumput sendiri. Istri tetangga tampak lebih cantik dari pembantu kita di rumah. Rak yo ngono to, Dul?”

“Halah, omongmu ki lho! Nggedhabrus! Wang-sinawang kok malah nyawangi istri tetangga!”

Sang Malam mengajakku mendekam dalam kamar. Kali ini aku ditemani angan-angan saja, karena internet yang biasanya kusetubuhi kini tengah mati. Biasanya listrik juga mati jam segini, tetapi tumben-tumbennya malam ini begitu gemerlap.

Di kampung ini sudah tak ada lagi bola lampu remang-remang dengan cahaya redup bagaikan lilin. Bola lampu temuan Thomas Alfa Edison itu tidak lagi digunakan di era hemat energi seperti sekarang ini. Digantikan dengan lampu-lampu fluoresen dan bahkan lampu yang terbuat dari semikonduktor canggih yang keren dengan namanya LED (Light Emitting Diode).

Tetapi ada yang selalu sama di kampung ini. Selepas isya, tak ada lagi kehidupan di jalan-jalan. Orang lebih suka mengurung diri di rumah, menghadap berhala-berhala mereka yang disebut televisi. Ya, televisi, benda itu memang dari dulu selalu mengurung orang-orang kampung untuk diam di dalam rumah masing-masing. Seperti tersihir oleh apa yang mereka lihat. Kadang saya bertanya, mengapa mereka begitu terhipnotis oleh berhala-berhala itu. Tetapi mungkin mereka juga sebaliknya bertanya, mengapa aku tak menonton televisi dan malah berlama-lama berduaan dengan ponpin? Kadang senyum-senyum sendiri di depan layar sempit itu, seperti orang gila kehilangan makna. Sama-sama pemilik berhala, hanya saja berbeda bentuk lantaran beda selera saja.

Kali ini mereka seperti nyukur-nyukurin aku yang tersesat sendirian di alam nyata kehilangan dunia maya. Sementara mereka asyik masyuk dengan dunia maya yang lain, berpesta pora dengan tontonan penuh hura-hura dan canda tawa. Aku merasa terasing. Sendiri di dalam kamar, memeluk sang Malam dan membiarkan semua angan-anganku beterbangan ke manapun mereka mau menuju.

Saderengipun, mbok manawi lepat kula nyuwun sih pangapunten ingkang tanpa umpami. Awit dumugi mriki kula dereng saged ngleksanani punapa ingkang dipun dhawuhaken dening Kanjeng Begawan. Sinaosa sampun makaping-kaping dipun pengetaken, dipun wucal, saha dipun paringi pitedah maneka warni, kula naming ndableg kemawon.

Kados padatan, mbok manawi Kanjeng Begawan sampun nyumurupi punapa ingkang kawula raosaken sapunika, kula naming nyuwun dipun paringi kasempatan malih ingkang radi longgar. Mbok manawi Gusti ingkang Maha Agung taksih peparing yuswa ingkang panjang, kula badhe ngleksanakaken punapa ingkang sampun dipun dhawuhaken dhumateng kula rikala semanten.

Kula sakyektos saged ngrumaosi bilih punapa ingkang kula tindakaken punika sampun nerak paugeran, nalisir saking margi kaleresan. Babagan punika ugi ingkang ndadosaken pusaka Nyai Sekar Pararaton ingkang awujud kaca benggala nalika semanten uwal saking tangan kula, saha sirna tanpa tetilas. Salajengipun, anggen kula saged pinunjul ing apapak nalika rumiyin, naming dados cariyos ing wekdal sapunika, prasasat mboten wonten nyatanipun.

Sanalika kula dados tiyang ingkang ina, saina-inanipun. Kados mboten pantes nggadhahi kuwaos-kuwaos saha punapa kemawon ingkang sampun dados peparingipun Kanjeng Begawan ingkang tansah kula puji. Punapa malih piandel-piandel ingkang saged nyaranani labuh labet kula dhumateng bangsa lan negari punika kadosdene sampun mboten saged dipun ginakaken malih.

71

Aku kembali bertemu dengan pagi yang bening ketika jam dinding menggeliat sambil bermalas-malasan. Kuraih ponsel untuk menyimak serangkaian notifikasi yang menyerbu di sisa sore kemarin. Tak ada yang istimewa. Karena seperti biasa, minggu ini akan padat sebagaimana minggu-minggu sebelumnya. Yang perlu dipersiapkan hanyalah fisik. Maka akupun segera mempersiapkan sebutir telur rebus dan secangkir teh hangat manis untuk bekal tubuh menghadapi aktivitas pagi sampai setengah hari nanti. Berharap cukup sampai siang nanti, saat waktunya mengisi perut tiba.

Aku berjalan diantara puing-puing yang tak kukenali kembali. Rasanya tantangan begitu besar untuk terus mengikis rasa sabar. Harus pandai mengukur diri terhadap ke mana arah angin bertiup. Harus tahu kapan mesti mengalir seperti arus, kapan harus bertahan seperti ikan yang berenang melawan derasnya aliran. Akhirnya akupun harus memaknai puisi karya Darwin itu, untuk bertahan dikala adaptasi harus terus dilakukan di tengah derasnya perubahan.

Lalu terdengar pula nyanyian Einstein, manakala berharap hasil yang berbeda dengan cara yang sama hanya dilakukan oleh orang gila. Lagu lama yang benar-benar populer kembali akhir-akhir ini. Ah, persetan sajalah. Ada banyak ragam kegilaan yang tidak harus demikian. Ada sisi kegilaan di setiap diri manusia, yang kadang keluar tanpa disadarinya, kadang juga disengaja. Bahkan untuk sebuah mahakarya sering dibutuhkan kegilaan yang disempurnakan. It’s a perfect insanity!

Ini ngomong apa sih? Sedang belajar bahasa Inggris apa gimana? Coba deh, baca sekali lagi terus coba artikan. Ooh… setelah dibaca beberapa kali barulah ngeh maksudnya. Yaitu ungkapan basa Jawa yang bunyinya “ Ngono yo ngono, ning aja ngono”. Indonesianya: Begitu ya begitu, tapi jangan begitu. Maksudnya: boleh seperti itu, tapi kalau bisa jangan melakukannya. Bingung kan? Nah, coba kita uraikan lagi deh. Bahasa Inggrisnya tentu tidak seperti itu. Tapi untuk memahaminya kita simak dengan teliti deh. Yuk…?

Dalam hidup ini kita punya hak-hak tertentu yang memang boleh kita nikmati. Orang lain juga punya hak. Kadang dalam menggunakan hak kita, kita sering berbenturan dengan hak orang lain. Maka dalam hal ini kita seyogyanya mengalah. Dalam arti, kita gunakan hak kita sebatas tidak mengganggu hak orang lain. Tahu sama tahu, lah. Tepa selira, toleransi, berempati kepada sesama, tidak egosentris, itu semua ada kaitannya dengan hal ini.

Kalaupun terpaksa harus menggunakan hak kita, supaya tidak menimbulkan masalah bagi yang haknya terganggu, tentu saja ada cara-cara musyawarah diantara pihak-pihak yang terlibat. Sama-sama sepakat untuk menemukan win-win solution sebagai hasil musyawarah, ciri khas dari budaya luhur kita yang berlandaskan Pancasila. Ngeeek…!

Sudah jelas kan? Kita boleh begitu (menggunakan hak), tapi ya jangan begitu juga (memaksakan kehendak atas nama hak yang jelas mengganggu hak orang lain). Kecuali dibicarakan terlebih dahulu. Itu makna sebenarnya.

Cemberut.... Di mana-mana orang menunjukkan wajah cemberut. Di trotoar orang-orang berjalan cemberut. Di pasar-pasar, orang-orang berjualan menunggu pelanggan dengan wajah cemberut. Di terminal bus antar kota, orang-orang pasang muka cemberut. Para pengendara motor berhenti di lampu merah, mukanya cemberut. Di dalam taksi, sopir dan penumpangnya sama-sama cemberut. Di ruang tunggu bandara, orang-orang duduk berderet dengan wajah cemberut. Di kantor, bos-bos cemberut, anak buah pun cemberut. Mulai dari top manager sampai cleaning service semua cemberut.

Mengapa hari ini tiba-tiba semua orang cemberut? Aku seperti melewatkan sesuatu. Adakah mungkin hari ini ditetapkan sebagai hari cemberut nasional? Hari ini mungkin telah terjadi inflasi? Hari ini ada bencana di belahan bumi tertentu? Ada wabah? KLB? Pageblug?

Sepertinya semua orang benar-benar telah terkena wabah cemberut. Hanya anjing saja yang tidak cemberut. Anjing putih belang hitam mengais sampah, lalu ngeloyor tanpa hasil. Wajahnya tetap berseri-seri, menjulurkan lidahnya sambil berlari-lari kecil, sesekali mengedus-endus di sana-sini.

Oh, entahlah. Lama-lama aku ketularan cemberut juga, sama dengan mereka. Tapi mengapa mereka harus mempengaruhi aku? Kok aku jadi ikut-ikutan? Urusan mereka kan bukan urusanku? Tidak ada alasan untuk cemberut bagiku, maka, aku tidak perlu cemberut. Akupun tersenyum. Meringis. Tertawa. Hahahaha. ….

Ing jaman Media Sosial iki gunane lambe kanggo pangucap wis sinulih dening driji kanggo ngetik. Unen-unen "ajining dhiri ana ing lathi" wus ora trep maneh. Awit diriji tangan cacah sepuluh, malah utamane jempol cacah loro ing piranti mobile, wus adoh anggone darbe peran kang luwih wigati. Semono uga unen-unen "waton mangap" apadene "waton njeplak" wis kurang trep, amarga mangap lan njeplak iku luwih ditujokake marang piranti kang diarani lambe utawa cangkem. Pramila manungsa jaman saiki sing umume kurang pinunjul ing pacelathon, katon menengan, in tlatah media sosial bisa dadi wong kang "criwis" ing samubarang lelakon. Luwih trep manawa wong-wong iki dhasare pancen nggrathil, amarga olah pikire kasalurake ora lumantar ing lambe, nanging lumantar drijine.

Jumbuh karo jamane saiki wis sarwa bebas. Ngongasake isi atine, isi pikire lan -jare- "ekspresi diri" ing jaman saiki wus bebas, ora perlu ewuh pakewuh apadene kaweden kena ing paukuman. Sinaosa ana sing dadi perkara amarga dianggep mendzholimi pihak-pihak tertentu, nanging akeh sing tembunge sajak kendel anggone alok, utamane kang ditujokake marang para pejabat, para tokoh sing terkenal, malah saukuran Presiden uga ora luput saka komentar kang surasane pedhes.

Kayadene sing wingi nembe wae rame ing media, si Deddy Corbuzier nganti nesu-nesu amarga kancane sing jenenge Chika Jessica diunekane PSK marang sawijining hater. Nganti hater iku dicekel, dilarak saka Jambi menyang Jakarta kanggo diadhepake marang para awak media kareben ngakoni manawa tumindake iku bener-bener ora becik. Kang mangkono iku dudu kedadeyan sing pisan-pindho. Sadurunge uga nate ana bocah abege sing diseneni Deddy amarga komentare sing ora mranani ati.

Di jaman sekarang ini yang namanya hubungan itu sangat penting. Hubungan yang saya maksud berupa koneksi maupun interkoneksi antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dia bisa berupa hubungan interpersonal, antar disiplin ilmu, antara pikiran dan perasaan, dari hati ke hati, antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Bahkan di dalam individu sendiri, hubungan antara otak kiri dengan otak kanan juga menjadi kian penting karena dianggap menjadi bagian yang utama dalam meningkatkan kompetensi seseorang.

Pemikiran out of the box sudah menjadi basi, apalagi pemikiran yang masih terkotak-kotak. Pemikiran yang masih membagi segala sesuatu sebagai bagian dari sebuah hal yang tidak berkaitan dengan hal lain sudah tidak relevan lagi saat ini. Pemikiran terbaru yang akan dikembangkan ke depan sudah tidak seperti itu. Pemikiran sebaiknya bebas, tidak terpancang pada kotak tertentu. There should be no box!

Dengan adanya kotak-kotak atau box-box akan membatasi ruang gerak pikir sehingga kita cenderung mengabaikan hubungan antara satu hal dengan hal lain yang seharusnya penting untuk diperhatikan. Memang tidak selalu hubungan itu bersifat langsung. Adakalanya hubungan tidak terlihat jelas. Seperti tidak berhubungan tapi memiliki pengaruh, keselarasan, sinergi, maupun serangkaian sebab akibat. Output atau outcome satu bagian akan menjadi input bagian lain, dari sistem satu dengan yang lainnya. Begitu seterusnya.

Tetembungan iki wus suwe anggonku krungu. Nanging lagi wingi kelingan maneh. iku wae butuh wektu watara semenit-rong menit kanggo ngeling-eling. Jago Temloncong iku kanggo ngarani joko kang wus akil baligh. Bocah nom-noman kang wus ngancik dewasa, sanajan isih bocah nanging wis gedhe utawa remaja. Manawa diupamakane kaya pitik jago sing wus bisa kluruk, wiwit thukul jalune lan warna wulune wis malih dadi jago. Samono uga pawakane wis samsaya dhuwur angklung-angklung.

Dene Dhere Semlamber, iku arane prawan sing uga wis ngancik dewasa. Diumpamakake pitik babon sing wis bisa ngendhog.

Alhamdulilaah...

Akhirnya masuk hari tenang juga. Setelah masa-masa kampanye pemilihan presiden (pilpres) terasa paling seru dan sengit di sepanjang sejarah negeri ini. Ini semua begitu terasa karena tak luput dari gencarnya media massa yang ikut andil dalam memeriahkan pesta demokrasi ini. Mulai dari pemberitaan resmi sampai dengan blog pribadi sama-sama saling serang, saling mendukung jagoannya masing-masing.

Bahkan dalam media sosial seperti Facebook pun ikut rame menulis tentang ini. Baik yang mendukung pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) tertentu, maupun yang mengolok-olok pasangan lain yang tidak didukungnya. Selain status yang dipasang, juga komentar-komentar yang tak kalah rame. Bahkan ada yang panjang komentarnya melebihi 500 karakter, baik yang mendukung maupun yang sebaliknya. Ada juga yang sengaja memasang link-link yang bertaut ke pemberitaan tertentu, kemudian rame-rame dikomentari.

Apalagi kalau malamnya ada debat capres-cawapres di televisi. Paginya pasti rame tuh. Saling mengutuk perkataan semalam. Nggak capres yang nomor satu maupun nomor dua, pokoknya dimana ada kata-kata yang dianggap bisa dikritik, dikritiklah. Panjang kali lebar! Seru sekali.

Saya justru terkesan sama yang namanya 'kampanye hitam' atau 'kampanye negatif'. Memang kecenderungan yang saya lihat justru lebih banyak unsur yang demikian. Begitu tercengangnya saya ketika melihat seorang yang kelihatannya baik-baik,mendadak berkata-kata sepedas itu di media sosial . Kata-kata kasar yang sebenarnya tidak pantas diucapkanpun terlontar dalam mencemooh calon presiden yang tidak disukainya. Bahkan lebih hebat lagi, mereka malah berantem sendiri sesama pendukung yang berlainan calon presidennya.