Merah ranum di sisi jurang biru, matahari bersolek di danau yang hening. Menyapa kepada isi alam, lewat senandung angin di rerimbunan tanpa nyiur. Kepada cuaca pagi itu, seperti berdoa penuh pengharapan. Agar abadi keindahan sebagaimana ombak membelai pantai, dan birunya langit yang melatarbelakangi awan.

Begitu juga mimpi, serta senyum di pagi hari. Seakan tidak pernah ingin berhenti walaupun kadang kepedihan menghunjam, tetaplah tersenyum. Walau terpaksa, tetaplah melangkah mengikuti roda yang berputar di sumbu waktu dan temukan cahaya di setiap keremangan.

Kesunyian hanyalah sebagian kecil dari peradaban di sebuah titik waktu. Tidak ada yang abadi, selain keabadian itu sendiri. Namun demikian mengabadikan senyum bukan berarti tanpa makna. Karenanya, perliharalah senyum dengan sehampar keindahan. Lupakan segala penderitaan yang bertumpu pada kesementaraan itu.

Tidak terasa sudah sedemikian jauh perjalanan. Ada banyak pemandangan terkenang. Walau tidak semua tersimpan, namun beberapa diantaranya menyiratkan sesuatu yang tidak ikut berkarat karena waktu. Seolah mereka ingin diungkap kembali, sebagai sebuah fragmen cinta yang tidak terlupakan, kenangan abadi.

Tidak pernah ada yang menandingi indahnya hamparan hijau itu. Walaupun sesekali harus kembali kepada lembah untuk melepas dahaga dengan taburan embun disana.