Hari-hari warung mbok Darmi tidak pernah sepi dikunjungi pelanggan. Mulai dari sopir angkot, tukang ojek, sampai karyawan kantor singgah di warung itu untuk menghabiskan waktu istirahat atau sengaja berlama-lama sekedar mencicipi hidangan yang ala kadarnya.

Sekilas warung mbok Darmi memang hanya warung kecil dengan beberapa makanan yang hampir tidak pernah berubah, baik dari segi jenis, rupa dan rasanya. Tapi pelanggan cenderung memilih tempat itu karena suasananya yang sejuk meskipun tanpa AC, teduh karena beberapa pohon yang kebetulan tumbuh besar di depan warungnya dibiarkan rindang memayungi warung kecil itu. Letaknya pun yang strategis, dekat persimpangan yang mudah dijangkau oleh para sopir angkot dan para penarik ojek.

Yang tidak kalah menariknya lagi, mbok Darmi dibantu beberapa gadis yang cantik-cantik untuk melayani para pelanggannya. Mereka adalah anak-anak mbok Darmi sendiri dan beberapa kemenakannya. Pelayanan yang murah senyum, ramah dan akrab tak jarang membuat para pelanggan berlama-lama duduk di warung sekedar menikmati segelas minuman dan beberapa potong kue yang dihidangkan.

Apa yang dibutuhkan seorang pelanggan ternyata bukan sekedar materi yang disajikan. Lebih dari itu, suasana nyaman, kemudahan aksesibilitas layanan dan beberapa inovasi tambahan yang disajikan untuk menambah kenyamanan dalam memperoleh layanan.

Setengah malam telah terlelap. Sang Waktu mengajak bepergian dan sampai juga akhirnya keberadaan ini diantara retakan peradaban hidup. Peradaban dimana akumulasi dari sedimen-sedimen yang telah menjadi jenuh. Setelah retak, barulah nampak beberapa garis warna kelam dan cerah saling berlapis. Warna-warna yang melambangkan pilihan-pilihan hidup di masa yang lalu. Diantaranya darah, air mata, cinta, ketulusan, pelajaran hidup serta berbagai manifestasi yang tidak pernah terucap pada jam-jam sibuk.
Terperangah menatap kesalahan dan kegagalan yang ditunjukkan oleh warna gelap sedimen itu. Betapa banyak, seakan sadar bahwa selama ini menjalani hidup dengan cara yang tidak efektif. Seperti berinvestasi untuk sesuatu yang sia-sia. Kerja keras yang membuang-buang energi tanpa menghasilkan keindahan sedikitpun.

Para bidadari penghuni rumah seakan telah lelah menyemangati. Berbagai bentuk self improvement pun telah menghabiskan banyak dana untuk menjamu para Begawan dan para Guru. Hidup memang sulit, kadang terasa lebih sulit dari yang dibayangkan. Makanya tak heran jika banyak yang lantas meletakkan garis keseimbangan hidupnya pada ritual santai dan bermalasan.