Hari-hari warung mbok Darmi tidak pernah sepi dikunjungi pelanggan. Mulai dari sopir angkot, tukang ojek, sampai karyawan kantor singgah di warung itu untuk menghabiskan waktu istirahat atau sengaja berlama-lama sekedar mencicipi hidangan yang ala kadarnya.

Sekilas warung mbok Darmi memang hanya warung kecil dengan beberapa makanan yang hampir tidak pernah berubah, baik dari segi jenis, rupa dan rasanya. Tapi pelanggan cenderung memilih tempat itu karena suasananya yang sejuk meskipun tanpa AC, teduh karena beberapa pohon yang kebetulan tumbuh besar di depan warungnya dibiarkan rindang memayungi warung kecil itu. Letaknya pun yang strategis, dekat persimpangan yang mudah dijangkau oleh para sopir angkot dan para penarik ojek.

Yang tidak kalah menariknya lagi, mbok Darmi dibantu beberapa gadis yang cantik-cantik untuk melayani para pelanggannya. Mereka adalah anak-anak mbok Darmi sendiri dan beberapa kemenakannya. Pelayanan yang murah senyum, ramah dan akrab tak jarang membuat para pelanggan berlama-lama duduk di warung sekedar menikmati segelas minuman dan beberapa potong kue yang dihidangkan.

Apa yang dibutuhkan seorang pelanggan ternyata bukan sekedar materi yang disajikan. Lebih dari itu, suasana nyaman, kemudahan aksesibilitas layanan dan beberapa inovasi tambahan yang disajikan untuk menambah kenyamanan dalam memperoleh layanan.

Warung mbok Darmi ini salah satu dari sekian banyak contoh yang telah menginspirasi perubahan cara pandang terhadap kebutuhan publik. Hal ini mulai terjadi pada waktu diterapkannya sistem politik terbuka pada masa reformasi. Perubahan paradigma ini membawa pengaruh pada kualitas hubungan antara pemberi pelayanan dan masyarakat. Jika dahulu perilaku pemberi pelayanan diposisikan lebih tinggi daripada penerima pelayanan atau bahkan yang sering terjadi dalam sistem pemerintahan mungkin ada perilaku seolah–olah pemerintahan adalah sistem yang tertutup "tidak butuh siapa–siapa" maka kini pola itu telah berubah menjadi pemerintah dan rakyat memiliki posisi yang setara. Bahkan sekarang beberapa institusi pelayanan non pemerintah menempatkan pelanggannya lebih tinggi. Perubahan paradigma ini berhubungan juga dengan perubahan pola komunikasinya yaitu komunikasi yang interaktif dan transaksional.

Jika kita melihat kembali konsep dasar dalam memberi kepuasan kepada pelanggan, minimal mengacu pada: (1) Keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang dapat memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan produk itu. (2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Acuan dari kualitas seperti dijelaskan diatas menunjukan bahwa kualitas selalu berfokus pada kepentingan/kepuasan pelanggan (Customer Focused Quality), sehingga produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas mengacu pada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan. Suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik serta didiproduksi dengan cara yang baik dan benar.

Sudarsono Hardjosoekarto dalam Bisnis dan Birokrasi Nomor 3/Vol. IV/September 1994 (p. 16) menyebutkan beberapa kategori dalam mengkaji pelayanan prima. Pertama, kategori berdasar yang meliputi analisa makro dan analisa mikro. Kedua kategori yang berorientasi pada model Mc. Kinsey yang mengkaitkan upaya pelayanan prima dengan 7 (tujuh) unsur S, yakni : Strategi, Struktur, System, Staff, Skill, Style, dan Shared Value.

Kemudian “Standar Pelayanan Prima” dibuat dengan berdasarkan pada pandangan bahwa:

 The customer is always right
 If the customer is wrong, see rule number one

Rumusan ini mungkin tampak sederhana, namun mengandung konsekuensi penting yakni adanya adanya tuntutan untuk terus memperhatikan secara serius terhadap kepentingan pelanggan dan pengembangan pelayanan yang prima tetap terpusat pada manusia disamping jika dikaitkan dengan masalah kepemimpinan.

Sering diungkapkan bahwa “Excellence starts at the top… leadership by example”. Ini memberikan tuntutan kepada setiap insan pelayanan untuk bisa menjadi pemimpin yang mampu dan mau melayani pelanggan secara prima melebihi apa yang diperlihatkan oleh orang lain di sekitarnya dalam memberikan pelayanan.

Warung mbok Darmi mengingatkan kita bahwa pelanggan akan merasa puas dari suatu pelayanan hanya berorientasi pada kepuasan total pelanggan. Sekilas yang dijual memang berupa barang (makanan), tapi nilai tambah yang tidak kentara memiliki ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

 Outputnya berupa pelayanan yang tak berbentuk
 Output berupa variabel, tidak standar
 Tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi
 Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan
 Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan
 Keterampilan personil diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan
 Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan
 Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan
 Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif
 Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses
 Option penetapan harga adalah lebih rumit

Mungkin warung mbok Darmi awalnya tidak sengaja didesain untuk memenuhi konsep kepuasan pelanggan seperti halnya pelayana prima yang dilakukan di beberapa institusi pemberi pelayanan. Pola tersebut terbentuk secara alami sehingga warung mbok Darmi menjadi rujukan bagi suatu kebutuhan yang mungkin tidak dapat ditemukan di tempat yang lain.

Saat ini sudah banyak strategi yang digunakan untuk peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat, mulai dari strategi perancangan pelayanan prima dalam manajemen kualitas modern hingga kepada implementasi dari rancangan terhadap kualitas pelayanan.

Bagaimana dengan pelayanan yang telah Anda berikan untuk pelanggan pribadi ataupun institusi Anda?

0 komentar: