Sejujurnya saya takut menggunakan judul ini. Karena ketika kita menyebut kata "pulang", bisa berarti pulang yang sesungguhnya: pulang ke rumah; tapi bisa jadi pulang entah ke mana. Pasalnya saya jadi kehilangan makna "pulang" itu sendiri. Tidak tahu ke mana saya akan "pulang" dalam maksud yang sesungguhnya. Saya memiliki rumah, tetapi dalamnya kosong tanpa cinta, tanpa derai tawa, tanpa penghuni. Kalaupun saya "pulang" ke rumah ini, tentu bukanlah "pulang" yang saya maksudkan. Apa sejatinya "pulang" itu?

Beberapa waktu lalu saya bisa menyempatkan diri "pulang" ke Gorontalo dan tinggal sehari semalam di rumah penuh kenangan itu. Rumah kecil yang sederhana, tapi benar-benar terawat, bersih dan tidak berbau. Hanya saja instalasi listriknya jadi sedikit berantakan akibat beberapa saklar yang sudah aus dan mengalami malfungsi. Yang pernah menempati rumah ini menambahkan beberapa helai kabel yang melintang pukang di atas ruang tamu, sehingga pemandangan menjadi tidak sedap, tidak rapi. Saya datang ke sana sibuk membenahi kembali. Sayang tidak selesai, tidak cukup waktu, disamping peralatan yang serba terbatas.