Mungkin kamu pernah mendengar cerita heroik tentang penyelamatan korban kebakaran dan pemadaman api dahsyat yang terjadi. Pelakunya lantas mendapatkan berjuta pujian dan sanjungan. Seketika itu juga sang pelaku penyelamatan dan pemadaman api mendapatkan popularitas. Kebakaran tersebut dipicu masalah sepele, yaitu adanya orang yang merokok di dekat orang jualan bensin. Dia sempat ditegur oleh seseorang. Tapi orang yang menegur itu tidak ketahuan lagi siapa orangnya. Kalah populer sama orang yang memadamkan api tadi.

Tindakan pencegahan memang tidak pernah populer untuk dilakukan, tidak menarik. Tetapi tindakan pemadaman kebakaran bisa jadi malah disanjung-sanjung.

Orang lebih tertarik mengembangkan tekhnologi pemindaian otak daripada mengembangkan pencegahan penyakit stroke atau kanker. Orang lebih suka berdebat masalah banjir daripada memperbaiki perilaku membuang sampah sembarangan. Orang lebih menghargai upaya menangani kemacetan lalu lintas daripada perencanaan dan pembangunan infrastruktur jalan. Orang lebih memilih peran yang lebih populer dengan fokus pada sebuah akibat langsung daripada mencegah dampak buruk yang belum tampak di muka mereka.

Kita seringkali tidak pernah peduli pada penyebab suatu masalah. Nanti kalau masalah sudah berulang dan terakumulasi, barulah analisis-analisis dilakukan untuk menemukan penyebabnya. Setelah penyebab diketahui, orang pun hanya sekedar tahu saja tanpa bersedia dengan sukarela mengubah perilakunya. Lebih nyaman tanpa perubahan. Perubahan dianggap terlalu menyakitkan. Tetapi ketika melihat fenomena yang terjadi selanjutnya, seolah tanpa dosa, tanpa tahu kalau sebab-akibat itu terus berantai membentuk efek domino yang tidak pernah berakhir.