"Kalau Gue Miskin, Masalah Buat Lo?" Begitu rencananya judul tulisan ini. Tapi kesannya kok merendahkan diri banget? Padahal rendah diri tanda tak mampu! Jadi gimanaa... gitu! Seperti orang yang tidak bisa bersyukur. Daripada Tuhan marah, jadi judulnya dibikin yang sebaliknya saja. Suka-suka gue, kan? Tulisan, tulisan gue!

Itulah sekelumit tentang konflik batin selama penulisan judul yang sebenarnya nggak penting banget. Nggak penting kok masih dimuat juga?  Ya sebenarnya diantara yang nggak penting itu terdapat hal-hal penting. Sesuatu bisa dianggap penting karena ada hal yang tidak penting, kan? Nah, biar tambah pusing deh!

Okay, to the point nih. Kaya dan miskin itu menurut saya kok relatif. Tidak ada nilai mutlak untuk keduanya. Barangkali orang miskin yang mendekati mutlak itu orang yang tidak punya apapun. Hidup sebatang kara, tak punya harta, bahkan telanjang bulat karena tak ada sehelai benangpun yang bisa dia kenakan sebagai pakaian. Jadi kalau dilihat, orang miskin yang mendekati mutlak itu tampak seksi! Mau lihat contohnya? Mari kita lihat "si Orang Miskin" yang satu ini:

Enam pertanyaan tersebut diurutkan sedemikian rupa, agar membentuk serangkaian pertanyaan analitik dalam mengerjakan sesuatu. Lantas apa hubungannya dengan gambar di sebelah? Nggak ada hubungan. Lho? Kok nggak ada? Ya suka-suka gue, tulisan ini 'kan tulisan gue. Hehehee.

Sejujurnya, makin hari makin ngaco saja deh tulisan di blog saya ini. Habisnya, saya nggak hobi nulis sih. Hobinya kan ngeblog! Jadi ya pengen punya blog saja, sudah. Memang betul, sih, tinggal diupdate! Lha, updatingnya ini yang susah. Nggak setiap saat ide bisa muncul. Padahal saya tuh slalu berharap yang namanya ide itu bisa langsung nongol didepan hidung saya, gitu. Jadi tinggal diketik, trus diunggah.

Tapi kenyataan kan nggak bisa seperti itu? Jadi kemampuan saya memunculkan ide itulah yang dari dulu hingga kini tidak berubah, alias blank terus. Padahal ide itu banyak, bertebaran di mana-mana. Tapi yang mau nempel di jidat ini ternyata nggak selalu ada. Akhirnya, daripada cuman kehampaan yang saya upload setiap hari, maka harus kurelakan blog saya ini menjadi semacam gado-gado dari negri antah berantah.

Jakarta banjir lagi!? Itu sih biasa! Nggak ada istimewanya. Baru bisa dikatakan istimewa kalau Jakarta tidak kebanjiran saat musim hujan melanda.

Namun rupanya banjir kali ini agak spesial, rupanya. Akhirnya ada istimewanya juga! Mungkin karena ada kaitannya dengan kepempinan Jokowi, Gubernur DKI. Dari dulu memang mantan Walikota Solo itu makin banyak diperhatikan orang. Saya pribadi juga tidak bisa melepaskan diri dari membanjirnya pemberitaan media, baik tentang Jokowi maupun tentang kondisi Jakarta saat ini.

Sebagai cah Solo yang bermukim di Gorontalo, sayapun dulunya jarang mengetahui sepak terjang Jokowi di Solo, termasuk Solonya sendiri. Orang tua dan saudara-saudara saya memang masih banyak yang tinggal di Solo dan sekitarnya, tapi kalau saya menghubungi mereka, hanya sebatas bercerita tentang hubungan kekerabatan kami, tanpa menyinggung soal kota Solo, apalagi Jokowi.

Tapi semenjak kabar pencalonan Jokowi menjadi Gubernur DKI sampai sekarang dia menjabat Gubernur, seolah berita tentangnya mengalir begitu saja ke ruang pribadi saya. Terutama melalui berbagai sumber pemberitaan elektronik di Internet, baik Facebook, Twitter, BBM, maupun rilis-rilis dari situs pemberitaan. Seakan tidak pernah berhenti media memberitakan Jokowi dengan Jakartanya.

Sekedar Kamu tahu, di dalam hatiKu ini selalu ada angin yang bertiup menujuMu. Walau kadang hanya berbisik, seperti yang Kulakukan tatkala mendekapMu di dalam khusyukKu.

Sekedar Kamu tahu bahwa di dalam hatiKu sering Kurindukan kemesraan ketika sujud-sujudKu meluruhkan gumpalan dosa dan kekejian. Namun lantaran Aku selalu  khawatir bahwa segala dosa dan kekejian itu hanya akan membebani pundakMu, maka Aku hanya diam menahan hasrat yang selalu membahana ini.

Seperti yang selalu Kulakukan dikala rindu menyengat sampai ke kedalaman jiwa, dikala hausKu menjadi puncak keinginan untuk menjilati lekuk tubuhMu.

ParasMu, seberapapun jauh, Aku selalu berharap ada disini menghiasi setiap malam tanpa tidurKu, mengisi kekosongan rongga dadaKu, serta mewarnai langit-langit cintaKu.

Kelak akan Kusibakkan pula layarMu dan mendapati geloraKu kembali mendidih, membumbung tinggi dengan buih-buih putih. Di saat itu Kuraih dengan jemariKu sendiri kedua lengan putih mulusMu, sehingga kecupan kemesraanpun tak hanya sekali melumatkan ranum bibirMu.