Jane aku ra arep misuh-misuh. Tapi apa daya kahanan soyo marai aku muneg, muntab, kemropok,... Djancuk tenan, pokoke! Iki pandemi Covid-19 kapan rampunge? Heeee????

Prokes! Prokes! Prokes! Dikon nglakoni protokol kesehatan wae kok uangel men? Goblok, pekok, opo picek? Lha yo jelas samsoyo nyebar viruse, samsoyo ngembyah kasuse, wong dho bebas-bebasan tular-tularan sak karepe dhewe. Dupeh ora ngrasakne, dupeh OTG, dupeh isih nom, isih kuwat, isih seneng leda-lede, ....

Protokol kesehatan iku sing penting jaga jarak, amargo virus iku nulare liwat abab. Ababmu sing kecing kuwi ngandhut virus yen kowe guneman, ambegan, opomaneh ngakak-ngakak tanpo masker. Biso nular marang wong sing jarak kurang saka semeter. Mulane jaga jarak, ora gawe krumunan, ora thongkrongan udad-udud bukak-bukakan masker.

Yen ora mungkin jaga jarak amargo nglakoni kewajiban, amargo golek nafkah, amargo nyukupi butuh, alasan ekonomi, okee.... maskere diagem nggih, Dhe, Pak, Bu, Lik, Ngger! Le, Ndhuk! Su! Masker kuwi kanggo nutupi dhapurmu ben ora los-dhol ababe mobat-mabit tekan ngendi-ngendi. Maskere sing standar, yo? Ojo sing digawe soko saringan wedhi! Ndladhuk tenan, wis dikandhani ahline jik ra gagasan.

Astane kuwi yo kudu ajeg diwisuhi gunane opo to? Yo ben virus sing tememplek neng astane kuwi biso katut banyu wisuh. Opomaneh kebiasaan tangan reged njur ditemplekne rai, useg-useg kukul, uthik-uthik upil, thithil-thithil slilit, yen kerep diwisuhi kan kuman-kuman kuwi biso sudo. Ora biso ngilangi 100% nanging biso nyudo kan lumayan? Kareben ora kemproh-kemproh banget uripmu, Dhus!

Jane yen dho manut nglakoni prokes ngono kuwi ora perlu ono pembatasan-pembatasan sing kudu diatur dening pamerintah kaya saiki iki. Batasan wae mbok langgar, dhasar kowe ki asu pranakan menungso tenan kok! Pamarentah wis menehi wewates kareben nglakoni PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), ora keno lelungan sik, ora kumpul-kumpul sik, ora mudhik sik, transportasi diwatesi nganggo aturan-aturan ketat, nganggo tes-tes Rapid Antigen, swab PCR, kareben podho lerem anggone arep mrono-mrene nular-nularake virus.

Leren sik, neng ngomah wae, rasah kudu mbedhal metu. Sekolah-sekolah wis digawe “prei” kareben sinau neng omah, kantor-kantor wis diberlakukan WFH (Work From Home), nanging kok yo nekad. Malah dho gawe acara, pesto-pesto sing ora nggagas marang protokol kesehatan. Viruse melu pesto, Su!

Jaman sudah berubah total. Apalagi sejak adanya VUCA* sekarang ini, yang namanya hubungan itu sangat penting. Hubungan bisa berupa koneksi maupun interkoneksi. Hubungan melibatkan dua atau lebih subyek, antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. 

Subyek disini bisa bermacam-macam. Bisa sesuatu yang konkret maupun abstrak, benda mati ataupun hidup, nyata ataupun maya, gaib maupun kasat mata. Koneksinya pun bisa bermacam-macam contohnya. Bisa berupa koneksi internet, hubungan interpersonal, hubungan antar disiplin ilmu, antara pikiran dan perasaan, hubungan dari hati ke hati, termasuk juga hubungan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan. 

Bahkan di dalam sebuah subyek individu, hubungan antara otak kiri dengan otak kanan juga menjadi penting karena dianggap berpengaruh dalam tingkatan kompetensi seseorang. 

Hubungan kian penting, sehingga tanpa hubungan itu sebuah subyek akan menjadi kurang optimal, bahkan “tak berguna” dalam capaian tujuan tertentu. Ketika terjadi koneksi internet yang tidak optimal, seseorang bisa marah-marah karenanya. Keresahan inilah manifestasi dari sebuah kerinduan. Ketika hubungan interpersonal tidak bisa berjalan dengan baik, maka disini juga bisa terlahir sebuah keresahan berupa kerinduan. 

Jadi jelas bahwa kerinduan adalah tidak hadirnya konektivitas yang optimal antara dua subyek atau lebih. Subyek yang merasakan kerinduan adalah subyek perindu. Subyek perindu merindukan subyek yang dirindukan. Subyek perindu merupakan subyek emosional atau intelektual yang mengalami keresahan akibat tidak hadirnya konektivitas yang optimal terhadap subyek yang dirindukan. Ketidakhadiran ini bisa diartikan sebagai salah satu bentuk kesunyian.

Keresahan rindu ini bisa berbeda derajadnya. Bisa dalam ambang batas toleransi, bisa juga kalau sudah memuncak menjadi badai emosi yang menimbulkan prahara dalam batinnya. 

*VUCA = Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity, menggambarkan lingkungan (bisnis) yang makin bergejolak, kompleks dan bertambahnya ketidakpastian.

 

Halooh? Apa kabar semua? Wah, genap setahun sudah saya berhibernasi dari segala aktivitas di blog ini. Semoga kita semua selalu dalam limpahan rahmatNya yaah? 

Waow... ternyata ada seabreg isu yang berkembang selama saya menghilang. Yang masih panas sampai saat ini adalah adanya masa pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai. Kita semua tentu masih mengharap kita lekas keluar dari kemelut yang semakin rumit ini. 

Oke, jujur sebelum mengetik postingan ini saya sempat merasa males. Malesnya sama dengan saat-saat saya ingin mengetik di sepanjang tahun 2020 ini. Males kenapa? Saya tiba-tiba saja menjadi sedemikian purba, mempertahankan blog yang sudah nyaris ketinggalan jaman. 

Bagaimana tidak? Orang sekarang cenderung mencari dan membuat konten-konten yang praktis, yang cepat, yang mudah. Dengan berkembangnya vlog-vlog seperti Youtube, Tik Tok, dan Facebook maupun Instagram pun juga mendukung hal ini, entah apa lagi. Kayaknya memang sudah seabreg media sosial yang memungkinkan konten-konten berupa video. Lagi pula, konten video yang diminati sekarang adalah video-video pendek, malas orang mengikuti video yang durasinya lama. Memang, delapan detik pertama adalah fokus orang melihat video kita. Jadi delapan detik pertama seharusnya berisi inti yang menarik dari video yang ditampilkan. Tak jarang mereka yang membuat konten video panjang menyisipkan potongan paling menariknya di delapan detik pertama.

Nah, kemudian saya kembali ke blog ini. Mencoba bertahan. Benar-benar seperti tinggal di rumah tua yang sudah reyot, retak di mana-mana, apalagi sudah setahun saya tinggalkan. Mungkin di dalam juga sudah ada hantunya. Lalu saya seperti berkaca, bercermin diri sendiri. Tiba-tiba saya menyadari sudah sedemikian tua. Di saat yang lain berceloteh secara verbal melalui mulut-mulut mereka yang divideokan, saya masih asik mengetik. Saya juga tidak berharap banyak. Kalau ada yang mau baca ya silahkan, gak dibaca ya gak apa-apa. Wong sejak awal saya membuat blog ini juga hanya untuk menikmati hidup soliter di daerah-daerah pinggiran negeri ini. Hehehe....