Wow... sepertinya ini isu yang sempat membuat kita syok saat pertama kali mendengarnya. Terlepas dari pro dan kontra mengenai pernyataan seorang jendral yang mengutip novel Ghost Fleet karangan Peter Warren Singer bahwa Indonesia akan bubar di tahun 2030, kekhawatiran seperti ini perlu kita tangkap. Tentunya kita bukan dalam posisi mendukung bubarnya negera NKRI, bukan juga pesimis terhadap persatuan bangsa di masa yang akan datang, tetapi prediksi-prediksi seperti ini, walaupun dinyatakan dalam bentuk sindiran, jokes ataupun cerita fiksi sekalipun, kiranya perlu dihargai untuk kebaikan kita. Kita perlu berpikiran positif dulu deh mengenai isu-isu seperti ini. Seperti kata pak Kapolri Jendral Tito Karnavian yang menilai pidato Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto tersebut bisa dijadikan panggilan untuk menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menyikapi prediksi semacam ini, saya teringat saat tahun 2011 dulu pernah ada prediksi bahwa dalam waktu 21 tahun ke depan yang namanya “minyak bumi” akan musnah. Dengan jumlah produksi yang semakin menurun, sumber minyak yang semakin terkikis, serta penggunaan yang seperti sekarang (di saat itu), maka mulai 21 tahun ke depan anak cucu kita tidak lagi mengenal apa yang disebut “minyak bumi”.

Minyak bumi sebagian besar digunakan untuk memproduksi bensin dan minyak bakar, keduanya merupakan sumber "energi primer" utama. Namun sekarang belum sampai 21 tahun sejak tahun 2011, kita sudah mulai kehilangan minyak bakar atau yang disebut minyak tanah. Kompor minyak sudah ditinggalkan orang, lalu beralih ke gas sesuai kebijakan pemerintah yang diluncukan pada awal tahun 2007 berupa kebijakan konversi minyak tanah ke gas LPG (Liquid Petroleum Gasses). Menurut Pertamina.com waktu itu, cadangan bahan bakar minyak dunia yang semakin menipis menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk melakukan konversi terhadap bahan bakar gas yang masih tersedia dalam jumlah besar.

Kenyataan tersebut menjadikan pelajaran bahwa prediksi menyangkut isu-isu menakutkan sekalipun, terutama yang menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat banyak, perlu disikapi dengan pikiran positif dan kesiapan mental untuk berubah. Jadi bukan masalah sikap optimis atau pesimis, tetapi lebih skeptis dan obyektif melihat situasi dengan data-data yang ada saat ini. Kita justru harus bersyukur sudah ada yang melontarkan isu seperti itu, menurut saya bukan untuk dilawan dengan opini sendiri lalu menyulut polemik dan nyinyir-nyinyiran di dunia maya. Menurut saya justru bagaimana supaya isu itu tidak menjadi kenyataan di masa datang.

Kita harus sadar betul bahwa segala sesuatu itu memiliki keniscayaan. Beberapa data penting tentu sudah dimiliki dalam melontarkan isu ini. Terserah apakah mau pesimis atau mau optimis, ya tergantung mana yang kuat. Di jaman serba bebas seperti sekarang ini orang bisa saja berpendapat macam-macam dan aneh-aneh. Tetapi manakala kita menemukan kenyataan yang mendukung, kita perlu pertimbangkan bahwa segala sesuatu itu mungkin saja terjadi.

Ada banyak hal yang menyebabkan bubarnya sebuah negeri. Menurut Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, jika kesenjangan sosial semakin tinggi, kemiskinan semakin menjadi-jadi, kepastian hukum tidak ada, akhirnya masyarakat frustasi, terjadilah krisis ekonomi, krisis sosial, kerusuhan sosial, bisa saja malah sebelum 2030 bubarnya NKRI bisa terjadi.

Saya ingin kaitkan hal ini dengan munculnya fenomena generasi milenial saat ini. Tentu saja ini terkait dengan generasi yang nanti akan secara langsung menghadapi tahun 2030 itu. Kita tahu bahwa generasi yang hidup saat ini terbagi menjadi beberapa nama: Generasi Tradisional, Generasi Baby Boomers, Generasi X, Generasi Y (Millenial), dan Generasi Z (Zapper). Masing-masing generasi memiliki sifat keunikan yang berbeda satu sama lain. Ada sifat-sifat yang positif, ada juga yang negatif untuk masing-masing generasi. Kita tidak bisa melakukan judging bahwa yang terbaik adalah generasi tertentu. Masing-masing jaman ada orangnya dan masing-masing orang ada jamannya. Masing-masing punya dominasi yang menentukan ke mana arah bangsa dan negara dimana generasi itu berada.

Di tingkat dunia, studi tentang generasi milenial sudah banyak dilakukan, terutama di Amerika. Salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 dengan mengambil tema American Millennials: Deciphering the Enigma Generation. Tahun sebelumnya, 2010, Pew Research Center juga merilis laporan riset dengan judul Millennials: A Portrait of Generation Next.

Di Indonesia sendiri, penelitian dan kajian tentang generasi milenial memang belum banyak dilakukan. Sementara itu secara komposisi, jumlah populasi penduduk Indonesia yang berusia antara 15-34 tahun saat ini sangat besar, 34,45%. Walaupun pernah ada sebuah majalah bisnis yang tajuk utamanya membahas generasi milenial, tapi sayang liputannya hanya sebatas dunia pemasaran, belum masuk secara substansi ke ruang lingkup kehidupan generasi milenial secara menyeluruh.

Dibanding generasi sebelumnya, generasi milenial memang unik, hasil riset yang dirilis oleh Pew Research Center misalnya, secara gamblang menjelaskan keunikan generasi milenial dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang menyolok dari generasi milenial ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi dan budaya pop/musik. Kehidupan generasi milenial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet, entertainment/hiburan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi ini.

Dalam membedah potret generasi milenial di Indonesia secara utuh, maka setidaknya ada lima isu utama yang perlu dikaji lebih mendalam, yakni: Pandangan Keagamaan (Religion Beliefs), Ideologi dan Partisipasi Politik (Ideology and Politic Participation), Nilai-Nilai Sosial (Social Values), Pendidikan, Pekerjaan, dan Kewirausahaan (Education, Work, and Entrepreneurship), serta Gaya Hidup, Teknologi, dan Internet (Lifestyle, Technology, and Internet). Ada hal-hal menarik di dalam bahasan ini. Tentu saja ada potensi-potensi baik, ada juga potensi-potensi yang mengarah kepada kehancuran generasi itu sendiri.

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa. Generasi milenial saat ini yang berperan sebagai generasi penerus itu. Menurut Hasanuddin Ali, Founder and CEO Alvara Research Center, dengan memahami secara utuh potret generasi milenial di Indonesia maka kita memiliki gambaran pandangan, aspirasi dan sudut pandang mereka terhadap segala aspek didalam kehidupan mereka, sehingga pembangunan manusia Indonesia seutuhnya bisa tepat sasaran, karena pada ujungnya nanti kepada generasi milenial inilah nasib dan masa depan bangsa dan negara ditentukan.

Okey, sampai disini saya tidak bermaksud menyerahkan sepenuhnya kedaulatan NKRI di masa yang akan datang kepada generasi milenial semata. Seperti contoh kasus kelangkaan minyak bumi di atas, yang dialami oleh generasi sekarang, bisa jadi merupakan kesalahan dari generasi-generasi sebelumnya yang melakukan pemborosan. Nah, yang perlu kita lakukan sekarang adalah introspeksi diri. Sejauh mana kita telah menyiapkan generasi penerus bangsa ini menghadapi kondisi-kondisi di masa datang. Jangan sampai nantinya malah saling menyalahkan.

Generasi tumbuh dan terbentuk oleh kondisi lingkungan yang melatarbelakanginya. Bisa saya katakan bahwa generasi yang berpengaruh saat inilah yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan karakter generasi penerus itu. Pertanyaannya sekarang, jika kesenjangan sosial semakin tinggi, kemiskinan semakin menjadi-jadi, kepastian hukum tidak ada, masyarakat frustasi, hutang luar negeri semakin melimpah, terjadinya krisis ekonomi, krisis sosial, kerusuhan sosial, itu semua menjadi tanggung jawab siapa?

0 komentar: