Hari ini mungkin sudah ada sekitar sebulan aku merasakan Internet lemot, baik dari koneksi seluler di ponsel pribadi maupun koneksi kabel di kantor. Hal yang sebenarnya bikin bete banget, karena di jaman Internet ini seakan semuanya sangat tergantung dengan Internet. Untuk memulai pekerjaan juga sudah terpola seperti itu, tidak lepas dari membuka kembali apa yang menjadi hot issue hari ini melalui koneksi yang bernama Internet itu.

Biasanya kita membuka e-mail dulu untuk mencari tugas-tugas yang harus diselesaikan hari ini, kalau tidak ada, baru menyelesaikan tugas lain yang kemarin belum kelar. Tidak jarang di hari kerja kita sering mendapatkan tugas cito alias dadakan untuk diselesaikan hari itu. Tapi kalau Internet tidak bersahabat, sering kali kita tidak tahu. Nanti tahunya sudah terlambat mendekati deadline waktu, akhirnya kelabakan dan hasilnya harus pulang malem untuk menyelesaikannya sampai tuntas.

Kalaupun tidak ada tugas cito, tugas kemarinpun kalau sudah selesai, untuk dikirim juga tidak bisa. Oh, betapa susahnya kalau koneksi Internet bermasalah, pada saat jaman sudah menuntut informasi harus dialirkan seperti halnya streaming.

Itu urusan kerjaan. Kalau hari libur lebih bete lagi. Tidak ada hiburan yang lebih seru daripada bermain ponsel, browsing informasi-informasi yang menghibur, baca-baca berita, atau menuangkan gagasan dalam bentuk postingan di Fesbuk, Twitter, atau bahkan Blog. Padahal salah satu hobi saya itu juga membuat jepretan foto dan mengaplod gambar di Instagram. Kalau Internet lelet, jadi males juga akhirnya bikin foto dan ngetik di blog. Yang pasti lagi, ketinggalan berita!

Lho kan ada sarana lain? Radio, televisi, surat kabar?

Hehehe.... kedengaran aneh bagi saya. Saya memang sudah lama tidak nonton teve, baca koran, apalagi denger radio. Memang saya akui saya yang salah. Sudah sedemikian parahnya tergantung sama Internet, sehingga "tak bisa lagi hidup tanpa setitik bandwidth". Blagu apa bego saya ya?
Hiks!

Saya akhirnya punya televisi. Setelah sekian lama saya berbangga diri nggak punya televisi. Hehehe... Tapi seperti yang pernah saya bilang, bukan berarti saya nggak punya pesawat televisi. Punya, hanya saja channelnya nggak ada. Udah diputus! Gara-gara saya nggak bayar langganannya. Hehe... jujur banget ya, saya? Ini contoh yang buruk! Jadi jangan ditiru!

Tapi saya punya alasan nih... kenapa saya sampai gak mau bayar. Saya memang udah beberapa kali nunggak bayar langganan teve satelit lantaran saya merasa nggak pernah nonton. Anak saya sebenarnya yang nonton, tapi mereka jadi suka nonton tivi dan nggak imbang sama waktunya buat belajar. Jadi saya blokir aja tivinya, kabel powernya saya cabut trus saya umpetin. Jadinya tuh tivi hanya tinggal raganya doank, ruhnya nggak keluar dan nggak ada yang nonton. Buat apa bayar kalau nggak pernah nonton? Rugi donk gue? Akhirnya kurelakan langganan tipi satelit itu diberhentikan dengan hormat. Daripada tetap saya pertahankan tapi nggak pernah saya bayar ntar malah kena jeratan hukum? Urusannya bisa panjang, bisa masuk penjara gara-gara nggak nonton tipi! Lebay banget kan?

Lalu kenapa sekarang saya mulai butuh televisi? Lantaran Internet sering lemot? Ya, karena hiburan lewat Internet nggak bisa diandalkan lagi, jadi larinya ke televisi. Kembali ke sejarah yang dulu. Itu salah satunya. Salah duanya apa? Siaran televisi di Papua ini bisa didapat gratis dengan memasang antena yang dilengkapi booster. Jadi nggak perlu langganan tivi satelit lagi. Seperti di Jawa, lah. Kecuali mau mendapatkan channel siaran yang lebih banyak, baru perlu pakai yang berlangganan.

Selama saya di Gorontalo, enggak populer orang memasang antena seperti itu. Disamping enggak ada yang jualan antena televisi model seperti itu, kalaupun dipasang, cuma siaran TVRI dan teve lokal saja yang bisa ditangkap. Sampai saat ini masih seperti itu, entah kalau masa-masa ke depan. Enggak percaya? Silahkan datang ke sana deh! Jadi mereka harus pasang parabola gede atau langganan tivi satelit. Disamping itu ada juga teve kabel yang juga diperoleh dengan langganan.

Setelah punya televisi yang standar saya jadi keranjingan beli tivi. Kemarin waktu jalan-jalan di toko, niatnya cuma mau beli cemilan, saya menemukan pesawat televisi imut! Imut banget! Ukuran layarnya aja Cuma 7 inch! Udah terintegrasi sama DVD player, bisa dicolok USB Flash drive, bisa baca media dari kartu memori, bahkan ada radionya juga! Dari merknya sepertinya buatan Jepang. Jadi pingin beli satu deh, buat di rumah. Daripada rebutan sama gendhuk yang hobi banget nonton tivi, mending saya punya satu lagi. Toh harganya juga jauh lebih murah. Andaikan saja aku bertemu dengannya sejak awal, aku pasti tidak tertarik buat beli tivi yang layarnya segede 32 inch itu. Lagian sekarang tivi sudah layar datar LCD/LED dan bodinya tipis semua, jadi harganya pasti lumayan merobek kantong deh.

Kemarin saya menggeber mainan baru itu. Lumayan juga suaranya. Jernih, kenceng! Walaupun kualitas suaranya standar, kalau buat muter musik masih perlu perangkat equalizer analog dan subwoofer untuk bisa dinikmati (oleh telinga saya tentunya).

Lumayan, daripada lu manyun! Manyun gara-gara nggak bisa online dan menyapa teman-teman Facebook, nggak bisa ikutan rame di chat-group karena pesan saya selalu datang belakangan dan terkesan nggak nyambung, nggak update berita terkini sehingga nggak ada yang bisa diobrolin di awal pekan besok.

0 komentar: