Membaca judul di atas, apa yang ada di benak kalian? Sinetron? Kisah cinta remaja yang bingung menentukan siapa pilihan hatinya untuk dipacarin/dinikahin? Atau jangan-jangan kamu mengira saya mau curcol soal masalah pribadi? Masalah cinta? Elo kira gue udah mulai mendua? Elo aja kalik, gue enggak! Wkwkwkwk....


Tapi ada benarnya kok. Benarnya di bagian curcolnya itu. Masalah pribadi juga sih. Tapi bukan masalah cinta. Loh... loh... Tapi kan judulnya cinta? Iya, tapi bukan cinta-cintaan ala sinetron seri yang sering ditonton ibu-ibu dan remaja putri di televisi. Ini tentang "sebentuk cinta yang lain". Waw...! Penasaran kan? Makanya, simak nih!

Tak terasa pada hari ini kita sudah memasuki hari ke-21 di bulan puasa tahun ini. Bulan puasa adalah tempatnya umat muslim menjalankan ibadah secara "padat karya" (Istilah tepatnya apa ya? Ntar saya revisi deh kalau udah ketemu). Bukan saja menahan nafsu untuk sekedar makan dan minum, tapi juga nafsu-nafsu yang lain. Termasuk menahan diri dari nafsu amarah dan godaan emosional terhadap lawan jenis, entah itu orang lain maupun pasangan hidup, entah itu pacar atau istri sendiri.

Di bulan puasa umat muslim bukan saja harus menghindari larangan-larangan, melainkan juga memperbanyak ibadah yang sunah. Tentu saja yang wajib tetep jalan terus. Disinilah saya menyebutnya "padat karya" karena segala bentuk ibadah akan dilakukan oleh umat muslim sebanyak-banyaknya. Demikian juga larangan-larangan akan dihindarinya sejauh-jauhnya.

Nah, disinilah topik sebenarnya yang akan saya bicarakan. Meskipun saya ini pecinta keindahan dan keseksian duniawi yang fana ini, saya bersyukur masih punya hati buat menjalani ibadah di bulan suci. Namun apa daya, saya merasa bulan puasa kali ini merupakan bulan puasa yang terberat untuk dijalani di sepanjang hidup saya. Saya merasa telah gagal move on di bulan ramadhan tahun ini. Mengapa? Entahlah....

Saya menjadi gampang sakit. Saya tersiksa sekali. Saya berharap ini hanya sebuah proses penyesuaian sesaat yang akan cepat berlalu dan kembali settle ke kenyamanan semula. Oleh karena sakit inilah saya terpaksa harus beberapa kali gagal puasa seharian penuh. Sudah mau mendekati adzan maghrib, eh, tiba-tiba saja sakit kepala melanda. Beberapa kali bisa saya tahan, tapi sebagian gagal total. Saya terpaksa minum obat pereda nyeri sebelum adzan maghrib berkumandang. Saya menjadi sangat rapuh dari biasanya.

Kok saya jadi ngeluh ya? Katanya nggak boleh ngeluh? Ya sudah, ini nggak ngeluh. Ini curcol saja. Sharing, dengan harapan semoga kalian mau mendoakan saya. Sebab saya pernah terpikir kalau Tuhan sudah benar-benar marah sama saya dan tidak mengijinkan saya menjalani ibadah ini karena dinilai tidak berguna. Sia-sia saja. Dosa saya sudah menggunung, nggak akan lunas kalau nggak tobat dengan sebenar-benarnya tobat. Astagfirullah hal azhiim....

Saya tidak menyerah loh? Akhirnya sayapun memakai jurus self-motivation. Ini cuman masalah psikologis saja kok. Ini akan cepat berlalu. Memang, satu hal yang membuat saya benar-benar terpukul adalah ketika saya merasa menjadi sangat rapuh dari biasanya. Padahal saya pernah jauh lebih hebat di masa-masa dulu. Sayapun seharusnya tetap hebat sampai kapanpun.

Mungkin saja ini karena bertepatan dengan masa-masa penyesuaian saya di tempat tugas baru. Anak-anak dan istri saya masih di Gorontalo, sementara saya sudah pindah tugas di Jayapura. Kami sudah menjalani keterpisahan ini kurang lebih sebulan terakhir. Kalian tentu tahu lah, bagaimana rasanya berpisah. Homesick, kangen, rindu, atau apalah.... Apalagi kalau kejadiannya baru satu-dua bulan pertama. Bagi kamu yang saat ini masih "belajar bercinta", kalau kangen seperti ini palingan hanya kepada satu orang itu saja. Kalau saya, sudah punya anak dua, tentu beda kadar/bobot rasa kangennya. Makin banyak anak, makin besar pula bobot rasa cinta yang harus di share sama mereka. It means, makin besar pula energi yang dibutuhkan untuk memancarkan gelombang rindu akan kebersamaan di tengah-tengah orang-orang yang kita sayangi. Betul nggak?

Jadi itu masalahnya? Nggak cuman itu sih. Ada banyak. Tapi satu itu aja deh yang dishare. Yang lain, rahasia donk! Pada intinya saya hanya merasa ada yang gagal dalam poses ini. Gagal move on! Meskipun saya tahu bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda, tapi kalau gagal dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan masa' mau menunggu keberhasilan di bulan ramadhan tahun berikutnya sih? Ya kalau masih bertemu ramadhan tahun depan? Semoga deh. Kalaupun bisa bayar puasa di luar bulan ramadhan, tetap saja beda lah rasanya.

Kalau sudah begini, saya kembali terngiang pertanyaan teman-teman saya yang berasal dari masa lalu. Kok kamu mau sih, menjalani hidup yang ribet begitu? Ngapain harus ke luar daerah? Ngapain nyari duit harus sampai ke Papua segala? Emang disini (di Jawa) nggak bisa nyari duit? Nggak bisa makan? Rejeki kan sudah dibagi jatahnya?

Hidup adalah pilihan, Teman! Masalah hidup bagi saya adalah masalah berbagi cinta. Jangan punya pandangan sempit tentang cinta, ya? Hidup saya adalah cinta yang saya berikan buat komunitas dan habitat dimana saya berada. Maka, cintapun selalu memilih. Mau menjadi pohon yang tinggi atau mau menjadi rumput yang hijau, masing-masing punya konsekuensi. Menjadi pohon tinggi, harus kuat dihembus angin. Menjadi rumput, harus rela diinjak-injak. Kita paham konsekuensinya, kita mantapkan pilihannya. Jadi jangan plin-plan jadi orang.

Salam damai penuh cinta!

0 komentar: