Pada suatu sore ada seorang petani sedang berjalan kaki bersama istrinya. Rupanya mereka baru pulang dari sawah. Waktu itu hujan gerimis tiba-tiba berubah menjadi deras. Karena tidak ada tempat berteduh, maka merekapun melanjutkan perjalanan pulang dengan setangkai daun pisang sebagai payungnya. Dari arah belakang melintas sebuah sepeda motor yang kebetulan dikendarai juga oleh sepasang suami-istri. Motorpun berlalu dengan cepat melintasi hujan yang kian deras.


Sambil terus melangkah, pak tani berkata kepada istrinya,”Enak ya, kalau punya motor? Hujan-hujan begini kita bisa cepat sampai di rumah. Tidak perlu berlama-lama kehujanan begini.”

"Sudahlah, Pak! Mereka kan lebih beruntung dari kita. Tidak perlu iri. Jatah rejeki kita kan sudah ditentukan." jawab istrinya, menirukan kata-kata orang yang dianggap bijaksana.

Sepasang suami-istri yang sedang bermotor tadi kebetulan juga sempat berpapasan dengan sebuah mobil. Sang suami yang sedang mengendarai motor berkata kepada istrinya, “Wah, enak kalau punya mobil. Tidak kehujanan di jalan seperti kita ini ya, Bu?”

"Tidak perlu iri, Pak. Bersyukur sudah punya motor, tidak perlu jalan kaki lagi." jawab istrinya, yang juga menirukan kata-kata orang bijak.

Di dalam mobil itu duduk sepasang suami-istri pula. Mereka sempat melihat dua orang petani yang kehujanan tadi. Sang suami di dalam mobil itu berkata kepada istrinya, “Kau lihat tadi itu, Bu? Sepasang petani itu kelihatan mesra sekali. Biar hanya berpayungkan daun pisang di saat hujan deras begini, mereka tampak ikhlas menjalani hidup. Coba lihat, mereka tampak rukun, berjalan berdua berdampingan saling mendekatkan tubuh mereka satu sama lain di bawah selembar daun pisang. Dengan begitu mereka bisa melawan rasa dingin akibat hujan.”

Sang istri dalam mobil itu diam-diam iri juga melihat kemesraan sepasang petani itu. Biar hidup sederhana dalam kekurangan harta, mereka tetap saling setia. Sangat jauh keadaan dirinya bila dibandingkan dengan petani dan istrinya. Dia memang hidup lebih berkecukupan, tapi tidak pernah merasa cukup. Bahkan dia sering bertengkar dengan suami hanya karena masalah harta.

.
Mengapa harus orang lain yang bisa melihat kita bahagia? Mengapa kita tidak bisa menikmati kenyataan yang ada pada kita sekarang? Mengapa rumput tetangga selalu tampak lebih hijau dari rumput di halaman sendiri?

Kebahagiaan hanya berpihak pada orang-orang yang pandai bersyukur, bukan mereka yang menerima nikmat sesaat.

Kalau kita sudah bisa bersikap bijaksana, anugerah dan cobaan itu sebenarnya sama saja.

0 komentar: