Mendengar kabar mau ada pertemuan di Manado hati gembira, bisa liat kota besar setelah lama berdiam di ndeso Gorontalo. Nenteng laptop cuma mau coba koneksi wireless. Konon sinyal WiFi itu bisa ditangkap dari Hotel-hotel, Mall-mall, Kafe-kafe, dsb.

Mendengar bahwa hanya mau naik mobil kantor, jantung berdegup!
"Lho? Bukannya kemarin sudah cari-cari tiket sepawat?"
"Tiket sudah ada, tapi hanya untuk kelengkapan administrasi.
Naik mobil saja biar irit, uang tiketnya bisa dijadikan uang saku.
Jadi uang sakunya 'kan bisa lebe?!"

Alamak!
Semoga ini bukan korupsi!
Hanya sedikit muslihat buat Perusahaan!

Maunya bos begitu, ya gimana lagi?
Masa' saya mau naik sepawat, sementara si bos merangkak pake mobil?
'Kan nggak enak sama bos, jaga hati gitu loh!

Kencan di kantor jam TUJUH PAGI!
Sampai di kantor jam tujuh tepat, kok nggak ada orang?
dasar karet, di mana-mana karet, mulai dari kolor sampai permen.

Mobil datang jam setengah d'lapan.
Masih harus jemput si Bos di rumahnya.
Masih lagi nunggu lama, baru mandi kali' (mandi di kali).

Setelah mobil jalan jam pun bergulir, jam 08.00 masih belum keluar dari ndeso ini.
Rasanya waktu berjalan begitu lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...nian!
Duduk di kursi paling belakang, denger musik dari Walkman, tidur!

Tahu-tahu sudah waktunya makan siang!
jam 11.30 mampir di warung makan, katanya daerah situ namanya Bintauna.

Lanjut perjalanan. Karena belum masuk waktu Zhuhur, belum ada yang sholat!
Lanjut perjalanan, tidurpun dilanjut. Musik kebetulan tidak dilanjut.

kira kira sejam dari Bintauna tadi, tersentak dari tidur dengan bunyi "Breg! ... Breg!... Breg! Breg-nya tiga kali saja, lalu mobil terhenti dengan posisi aneh.
Sadar bahwa ini Kecekaklaan, maka aku bergegas keluar dari mobil.
Tapi badan ini rasanya sakit semua!
Tulang belulang rasanya remuk semua!
Tapi aku sempat melarikan diri ke seberang jalan, ada sebuah bangku kecil dari kayu.
Akupun membaringkan diriku disitu.
Tuhanpun terbayang sedekat sembilan senti, nggak ada sembilan senti malah.

"Jangan! Jangan sekarang, Tuhan! Aku belum sholat zhuhur! Aku melum sampai di Manado!
Aku sudah terlanjur janji mau belikan oleh-oleh buat anak dan istriku!
Mereka sedang menungguku di rumah, Tuhan!
Mereka semua masih butuh aku!
Kumohon! Please, Tuhan!
Please!"

Akhirnya Tuhanpun mulai meredakan nyeri-nyeriku, mataku yang terpejam menahan sakit
kini mulai terbuka. Betapa kagetnya sekelilingku banyak sekali massa berkerumun.
Mobil masih dalam keadaan menunging, moncongnya mencium
salah satu sisi saluran irigasi di tepi sawah.

Tak lama kemudian aku berhasil mengumpulkan jiwa-jiwaku yang berantakan.
Akupun kuat kembali, dan bersyukur bahwasanya Tuhan masih memberiku kesempatan.

"Inna lillaahi, wa inna ilaihi roji'uun!" suara yang kudengar
dari salah seorang diantara kerumunan massa.

Aku tersentak! "Siapa yang meninggal?" tanyaku dalam hati.
Jiwaku mulai retak kembali dan jatuh berhamburan lagi.

Aku mulai menduga-duga, mungkin si A karena ia duduk sebagai sopir.
Dengan kondisi mobil begitu, besar kemungkinan si A yang terparah.
Mungkin juga si B, anak kecil umur 3 tahun yang ikut serta dalam perjalanan itu.
Mungkin juga si C ... atau si D? ...
Yang jelas kulihat hanyalah bosku yang tampak segar bugar dan sehat walafiat,
seakan tidak terjadi apa-apa padanya. Tak tampak pula ia menahan sakit.
Bahkan sempat kulihat dia mengangkat salah satu korban dalam mobil itu ke atas bentor. Hebat dia, ilmunya sudah tinggi kurasa. Tampak bukan sekedar keberuntungan, karena terakhir dia cerita peristiwa kecelakaan seperti ini bukan yang pertama baginya. Yang dulu pernah lebih parah, mobil tergulung-gulung kedepan dan kesamping.
Hingga sekeliling mobil, termasuk atapnya juga penyok. Tapi tak ada korban jiwa.
Waktu itu hanya berdua dia dengan sopirnya.
Yang kali ini menurutnya tidak seberapa.
Pantas saja ia tampak tenang-tenang, bahkan senyuman dan canda masih sesekali terucap.

Mereka semua sudah dibawa ke Puskesmas perawatan terdekat menggunakan bentor.
Polisipun datang untuk pengamanan. Hanya tinggal dua barang berharga dalam mobil itu.
Dua buah laptop: satu milikku, satu lagi milik temenku yang juga korban dalam rombongan. Kami kebetulan punya hobi yang sama, yaitu bermain laptop dan selalu berusaha mencari-cari cara akses Internet yang gratis.
Dengan tekhnologi Wireless yang sudah built-in di laptop, maka
sinyal WiFi dapat ditangkap untuk koneksi Internet gratis.
Dari situ kita biasa cari-cari gratisan lagi: donlod lagu gratis, donlod aplikasi gratis, chatting gratis, bahkan film juga bisa ditonton gratis. Belum lagi kalau ada eBook-eBook atau artikel-artikel mutakhir boleh juga.

Aku harus ke Puskesmas itu. Aku harus tahu keadaan mereka.
Aku tidak bisa hanya memelototi mobil yang masih terjungkal dan terus membisu menunggu diangkat dari bibir sawah.
Aku ambil kedua laptop dan kuamankan di kantor polisi.

Dengan menggunakan bentor, aku bergegas ke Puskesmas dan singgah dulu di kantor polisi. Lumayan jauh juga dari lokasi ke kantor polisi, belum lagi ke Puskesmas masih berbelok masuk gang sempit nan jauh.

Aku bahkan tidak membayangkan akan meneruskan perjalanan ke Manado. Sesampainya di Puskesmas, mataku langsung tertuju pada sesosok pasien yang terlentang di tempat tidur dan tertutup kain sarung dari kaki sampai kepalanya. Itu dia yang meninggal. Kuberanikan diri dengan segenap hati dan mempersiapkan keyakinan, kubuka untuk melihat wajahnya. Siapa dia.
Oh, ternyata bukan! Bukan salah satu penumpang dari rombonganku.

Ternyata pada hari yang sama ada juga kecelakaan di lokasi yang tidak jauh dari
lokasi kecelakaanku itu. Pagi harinya ada sebuab minibus yang terjungkal juga
dan salah seorang penumpangnya tewas di Puskesmas itu juga.
Aku telah melihat sosoknya.

Segera kulihat ke kamar lain. Teman-teman rombonganku tergeletak disana
masih bernyawa. Menatap ke langit-langit ruangan saling berdiam diri,
entah apa yang mereka pikirkan. Tidak seperti sebelumnya mereka bercanda
dan terus bergurauan seperti yang mereka lakukan di sepanjang perjalanan
dalam mobil tadi. Mungkin masing-masing masih sama-sama menahan sakit.

Tapi, mana si bos? Kok tidak ada disini?
Rupanya dia punya kenalan di sekitar lokasi kecelakaan.
Sementara polisi masih sibuk untuk berusaha mendapatkan sejumlah uang dariku
untuk menderek mobil ke kantor polisi agar "aman" sehingga
pasti ada uang lagi yang mereka dapat setelah itu.
Setiap kali polisi melakukan itu padaku, jawabku selalu sama,
"Tunggu pak Bos! Dia yang ambil keputusan."
Sementara itu pula pak bosku sudah sepakat dengan kenalannya itu
untuk titip mobil dan mengurus segala sesuatunya.
Polisipun gigit jari.
Si Bosini memang banyak sekali pengalamannya, termasuk dengan para
polisi pada saat-saat seperti ini.

Dua jam berlalu terasa sangat begitu lambat, sebuah ambulans telah siap untuk meneruskan perjalanan ke Manado. Mengantar yang sakit ke RS. Kandou, Manado.
Sementara dari Kantor tujuan juga dikirim sebuah mobil jemputan, agar nantinya dapat bertemu di jalan.

Perjalanan ke Manado terasa masih begitu jauuuh sekali!
Entah seberapa jauh, yang jelas siang hari sudah berganti malam.
Setiba di RS. Kandou, beberapa personil Kantor tujuan telah ada di sana. Tiga orang korban langsung masuk ke UGD. Kami semua juga masih sama-sama di UGD tanpa mengikuti acara pembukaan pertemuan yang telah berlangsung sejak jam tujuh malam.

Setelah lama di UGD dan melihat semuanya sementara beres, kami yang tersisa
tiga orang ini menuju hotel. Sesampainya di hotel inilah baru kutahu bahwa laptopku pecah! Langsung kulihat laptop satunya yang kebetulan terbawa olehku. Ternyata tidak pecah dan setelah kunyalakan, masih berfungsi baik.

Mujurnya, Si Untung masih berpihak padaku karena hanya layar LCD laptopku jadi berantakan begini. Sementara tubuhku masih utuh 100%. Dipandang dari sisi positif kan?

Misalkan mau dipandang dari sisi negatif juga bisa:
Aku baru beli laptop itu sekitar awal bulan Februari lalu. Cash!
Belinya pun di Gorontalo, lantaran aku masih seperti biasa:
Manusia yang selalu tergesa-gesa bahagia tanpa
peduli serangga-serangga yang berdengung tak berirama.

Setelah laptop terbeli, aku jadi kurang istirahat karena kitak-katik laptop sampai larut malam, bahkan pagi. Tak terasa energi telah habis, duit juga habis!

Habisnya energi tubuhku ini menyebabkan turunnya daya tahan lalu sakit dan menjalani RITL selama kurang lebih 12 hari.

Dari sisi negatip: sial betul nasibku!
Baru datang sudah disambut banjir...
sebulan kemudian sakit.
sebulan lagi (Marete...Marete...) Kecelakaan!
Bulan depannya apa lagi ya?
Gaji mo naik, rapelan tiba, TP juga turun. Rejeki nomplok!

Nggak juga,
Sudah kutanya biaya penggantian LCD Laptop, katanya DUA JUTA LEBIH!
Terpaksa ditangguhkan...,
Sementara pakai external monitor dulu, toh aku punya monitor LCD juga!
Tapi waktu mati lampu layar jadi gelap, sementara musik masih bersenandung merdu.
Tapi tentu tak semerdu yang dulu.

0 komentar: