Waktu terus berubah, tahun berganti, hidup terus berputar, seperti roda, berjalan terus. Angin pun menerpa, jalanan menanjak, menurun, berliku. Sebagaimana ujian, cobaan, halangan, rintangan, tantangan dan godaan. Tak pernah jemu menyapa di sepanjang perjalanan kita.

Saya teringat sebuah kisah tentang seorang nenek yang hampir setiap hari pekerjaannya hanya menangis saja. Hari-harinya dilalui dengan menangis dan terus menangis. Seolah si Nenek tidak pernah tersenyum, hanya wajah kesedihan yang senantiasa ditujukkannya. Ketika ditanya, kenapa kerjanya hanya menangis, maka nenek itupun mulai bercerita. Dia curhat mengenai kondisi anak-anaknya. Dia hanya memiliki dua orang anak, satu laki-laki, satunya lagi perempuan. Mereka semua bekerja sebagai pedagang keliling. Yang laki-laki sebagai penjual bakso, yang perempuan sebagai penjual es.

Di saat musim kemarau, matahari memancarkan terik yang dahsyat panasnya. Udara pun terasa panas dan kering. Di saat seperti ini sang Nenek selalu menangisi nasib anak laki-lakinya. Karena dia terlalu mengkhawatirkan dagangan anaknya yang berupa bakso, pasti tidak akan laku di kondisi cuaca seperti itu. Sebaliknya di saat musim hujan, ketika hari-hari selalu diliputi hujan terus menerus sampai ada kejadian banjir di mana-mana, sang nenek menangisi nasib putrinya yang berjualan es. Tidak akan ada orang yang membeli es dalam kondisi alam seperti itu. Lalu kapan sang nenek punya waktu untuk tidak menangis?

Kenapa sang nenek tidak membalik saja cara berpikirnya? Ketika musim hujan, dia bersyukur karena dagangan bakso anak laki-lakinya pasti banyak dibeli orang. Kemudian ketika musim panas, dagangan es putrinya yang pasti laku keras. Dengan begitu setiap hari hidup sang nenek akan selalu diliputi rasa syukur, bukan malah sebaliknya. Toh kejadiannya sama saja, kenapa harus memilih sikap yang negatif, ketika dalam kondisi yang sama sikap positif bisa dilakukan?

Ternyata tidak jarang beberapa diantara kita dalam menghadapi kehidupan ini memilih bersikap seperti sang Nenek diatas. Cara berpikir yang sebenarnya justru terbalik. Menjadikan sesuatu yang biasa saja sebagai masalah. Alangkah ruwetnya hidup ini kalau cara menghadapinya seperti itu. Kita tidak akan pernah maju dan sukses kalau pikiran kita hanya berisi hal-hal ruwet yang tidak penting. Yang pasti, kita akan tetap bodoh dan miskin dengan pemikiran demikian.

Banyak kisah orang sukses dan terkenal berangkat dari nol. Sean Quinn adalah salah satu orang terkaya di Irlandia memiliki kekayaan pribadi sekitar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 63 triliun. Pebisnis ini memulai bisnisnya dengan menjual pasir dan batu-batuan dari menggali tanah pertanian orang tuanya pada awal tahun 1970-an. Ia sukses membangun Quinn Group menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar yang tersebar dari pertambangan, manufaktur, real estate, dan asuransi.

Kita bisa bayangkan betapa kuatnya orang ini, terutama dari pemikirannya yang pasti positif. Kalau pemikiran negatif yang selalu dimiliki, maka dia akan tetap miskin dan tidak akan pernah menjadi apa-apa. Di dunia ini orang-orang seperti itu hanya akan menjadi pelengkap hidup, ibarat sinetron hanya berperan sebagai pemain latar saja. Apa itu tidak ada artinya? Ya ada sih, tapi ya itu, meaningless.

Tapi hidup ini pilihan, sih. Mau jadi kaya atau miskin, mau jadi terkenal atau tidak, mau jadi pemain latar atau pemain utama, semua terserah kita-kita sendiri. Dalam buku "Rich Dad, Poor Dad" yang ditulis oleh orang terkenal Robert Toru Kiyosaki, kita bisa melihat jelas bagaimana memilih antara dua pilihan ekstrim: kaya atau miskin. Siapa yang tidak kenal dengan buku ini? Buku ini telah menjadi 10 buku terlaris secara terus menerus di The Wall Street Journal, USA Today serta New York Times. Didalam buku itu dia sampaikan empat kuadran yang memberikan gambaran jelas bagaimana uang bisa diperoleh. Kiyosaki juga memberikan inspirasi pada munculnya profesi baru di Indonesia, yakni Motivator.

Di Indonesia sendiri juga ada loh, kisah sukses yang bisa kita cermati. Salah satunya adalah Purdi E. Chandra, pendiri Primagama. Purdi lahir di Lampung, 9 September 1959 meninggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Dengan modal Rp. 300.000 dia mendirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Ia mendirikan Bimbel (Bimbingan belajar) Primagama dengan menyewa tempat kecil dan disekat menjadi dua. Muridnya hanya dua orang yaitu tetangganya sendiri. Biaya les Rp. 50.000 untuk dua bulan. Kalau tidak ada les maka uangnya bisa dikembalikan.

Segala upaya dilakukan Purdi untuk membangun usahanya. Dua tahun setelah itu nama Primagama mulai dikenal. Muridnya bertambah banyak. Setelah sukses, banyak yang meniru nama Primagama. Purdi pun berinovasi untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikannya ini. Sebenarnya yang membuat Primagama maju setelah ada program jaminan diri, yaitu bila ikut Primagama pasti diterima di Universitas Negeri. Bila gagal diterima di Universitas Negeri maka uang akan dikembalikan. Purdi E Chandra akhirnya sukses membuat Primagama beromset diatas Rp. 70 Miliar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota.

Sahabatku yang seksi dan seksi sekali,
Perlu diketahui bahwa ketiga tokoh sukses di atas akhirnya sama-sama mengalami kebangkrutan. Sean Quinn bangkrut karena 'salah investasi' ketika terjadi krisis finansial global tahun 2008. Kemudian Kiyosaki kalah dalam putusan pengadilan melawan The Learning Annex, perusahaan event organizer yang teah melambungkan nama dan karya Kiyosaki. Pengadilan mengatakan, The Learning Annex dan pemiliknya, Bill Zanker, berhak mendapatkan keuntungan seperti yang didapat oleh Kiyosaki dalam proyeknya. Zanker pun mengatakan, buku "Rich Dad, Poor Dad" menjadi terkenal karena jasa Zanker. Terakhir, Purdi E. Chandra diputuskan pailit oleh pengadilan setelah upaya perdamaian dengan PT Bank BNI Syariah selama masa PKPU tidak membuahkan hasil, sedangkan termohon langsung mengajukan kasasi. Majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Niaga mengatakan hakim pengawas melaporkan tidak tercapainya kesepakatan perdamaian antara para pihak.

Ini artinya, hidup juga tidak akan lepas dari ujian, cobaan, halangan, rintangan, tantangan dan godaan. Seperti roda pedati, kapan kita di atas, kapan kita di bawah, ada masanya. Kita juga melihat kesuksesan perusahaan-perusahaan terkenal seperti Nokia yang kemudian meredup dan hampir tak dikenali lagi keberadaannya, walaupun perusahaan ini belum bangkrut.

Tetapi kisah kebangkrutan beberapa tokoh yang pernah sukses bukan alasan bagi kita untuk berpikir bahwa sukses itu tidak penting dimiliki, toh akhirnya bangkrut juga. Bagaimanapun orang yang pernah sukses akan memiliki pelajaran hidup yang lebih manis, dan lebih pahit tentunya. Tergantung mau memilih tingkat kemanisan dan kepahitan hidup, tapi kita hendaknya memilih tingkat tertentu sehingga sesuai kemampuan kita kita berusaha agar hidup ini senantiasa terasa manis setiap waktu. Tapi satu yang pasti harus kita lakukan adalah: berpikiran positif. Jangan seperti si Nenek dalam kisah saya di awal tadi. OKE ya?

Sekian dulu, salam manis dan seksi selalu!

0 komentar: