Waktu masih ABG dulu, saya punya banyak energi untuk melakukan berbagai hal. Saya juga punya banyak waktu untuk itu. Yang tidak saya punya adalah uang. Keuangan masih bergantung sama orang tua.

Setelah sekarang saya bisa mendapatkan uang sendiri, saya tidak punya banyak waktu untuk melakukan hal-hal selain pekerjaan saya yang menghasilkan uang itu. Tentu saja saat ini energi saya masih sangat cukup untuk melakukan banyak hal.

Nanti kalau sudah pensiun, menginjak lansia, giliran energi yang lemah. Uang mungkin masih ada. Waktu yang tersedia sangat berlimpah.

Nah, kalau digambarkan dalam bentuk tabel, kira-kira seperti yang berikut akan kita lihat.

Hampir semua orang memiliki pola yang sama. Rata-rata begitu. Kalau kita menyadari hal ini lebih awal, kita bisa menentukan sikap agar di setiap rentang masa itu kita bisa menikmatinya dengan sempurna.

Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi masa berikutnya. Kita perlu mempersiapkan diri menyongsong masa berikutnya dengan tujuan agar masa selanjutnya itu tidak menemui kegagalan.

Jadi ketika masih abege, dimana energi dan waktu kita masih banyak, kita harus mengantisipasi suatu periode dimana waktu kita akan banyak tersita. Bagaimana caranya agar waktu yang ada dapat digunakan secara efektif, juga efisien.

Kira-kira bagaimana caranya ya? Apa sih tugas kita di masa-masa abege dulu? Kita diwajibkan belajar, bukan? Belajarlah yang efektif, gak usah mikirin gak punya duit. Idealnya kan begitu? Ya, walau itu sulit, tapi trima ajalah kenyataan. Takdirnya kan ya memang begitu? Abege gak punya duit tuh biasa. Gak usah maksa minta orang tua, apalagi menghalalkan segala cara dengan mencuri, misalnya. Percaya deh, akan ada masanya kamu akan punya banyak duit melimpah suatu saat kelak. Aamiin!

Nah, sekarang ini saya sedang menikmati masa-masa berduit. Nggak terlalu banyak juga, sih. Belum bisa untuk disebut 'orang kaya', tapi cukup banyak buat memenuhi keinginan-keinginan terpendam waktu abege dulu. Alhamdulilah, kan? Tapi ya itu, waktu saya nih, habis! Seringkali saya tidak bisa menikmati waktu santai sama keluarga, terutama di akhir pekan. Bahkan cutipun nggak sempat diambil. Sayang sama kerjaannya. Ini menyakitkan, memang.



Tapi saya lebih takut lagi oleh bayangan di depan saya. Ada masa pensiun, entah pensiun dini atau pensiun non dini. Sebuah masa dimana energi sudah nggak berpihak lagi padaku. Banyak waktu hanya buat melihat dan mendengar kancah dunia baru yang terus berubah. Melihat polah dan tingkah anak serta cucu kita yang muda, yang berperan aktif menggantikan generasi seumuran saya.

Jadi apa yang harus saya lakukan sekarang? Setidaknya agar saya masih bisa bahagia menghadapi masa itu. Agar masih tersisa energi dan tentunya uang yang cukup untuk berbuat sesuatu yang positif.

Menjaga kesehatan adalah hal utama. Tidak sedikit mereka yang harus menua dengan menyandang penyakit degeneratif. Tidak sedikit mereka yang menua dalam keadaan cacat, tidak berfungsinya organ tubuh tertentu, menyebabkan dia harus bergantung kepada orang lain.

Jadi jangan mentang-mentang berduit, sekarang bisa makan sembarangan seenaknya. Segala sumber penyakit itu sebagian besar masuk dari mulut. Itu sudah terbukti empiris. Menjaga keseimbangan gizi, baik dalam porsi maupun komposisi, menjadi hal penting untuk dilakukan saat ini.

Dari makanan harian saja sudah cukup membuat masa depan kita hancur, kalau kita tidak mengaturnya sedemikian rupa. Apalagi kalau harus mengkonsumsi racun, alkohol, pengawet, penyedap rasa, menghisap rokok? Ah, sudahlah. Lupakan semua itu. Jangan sentuh sedikitpun.

Yang masih susah nih, olah raga. Seyogyanya model kerjaan kantoran seperti yang saya jalani ini harus diimbangi dengan latihan fisik yang konsisten. Betapa susah mau memulai beraktifitas jalan sehat, lari pagi, atau fitness. Padahal penyakit yang sering datang kan cuman sakit kepala, pertanda tidak lancarnya peredaran darah. Terlebih kalau kerja dengan akibat stress sedikit saja, badan serasa sakit semua. Capek luar biasa.

Terakhir, kalau upaya sudah jalan harus diiringi doa. Supaya hasil yang didapat itu bener-bener asli karena upaya spiritual juga, bukan atas usaha fisik semata. Sebaiknya semua itu harus diawali niat, sih.

Bagaimana? Ada yang sudah memulainya?

0 komentar: