Dalam bahasa Obstetri, saat ini Istriku adalah seorang G3 P1 A1, dengan HPL 07-04-2009. Hanya sekitar sebulan lagi hari kelahiran yang diharapkan tersebut akan terjadi. Semoga semuanya baik-baik saja dan lancar pula adanya.

Namun demikian saya sebagai seorang Ayah tidak hanya melepas begitu saja dan berharap keberuntungan agar semua baik-baik saja tanpa persiapan ataupun upaya-upaya agar nantinya persalinan itu benar-benar lancar.

Kalau segala sesuatunya sudah dipersiapkan, penyesalan tidak akan ada kalau-kalau sesuatu yang tidak diinginkan tiba-tiba terjadi. Hal-hal yang buruk tentunya tidak pernah diharapkan, tapi perlu pula ada kesiapan dalam mencegah, meminimalisir dan terakhir: menghadapinya. Hope for the best, prepare for the worst!

Dulu memang kurang waspada lantaran masih hidup dengan orang tua di Jawa, Njagakké!
Sekarang tinggal di Gorontalo, jauh dari sanak saudara, apalagi orang tua! Benar-benar mandiri nih!

Pemeriksaan kehamilan di Spesialis Kandungan dan Kebidanan sudah dilakukan seminggu sekali, untuk melihat perkembangan dan posisi bayi, berat badannya dan keadaan dalam perut ibu. Semoga saja kelahiran anakku kali ini normal, cukup bulan dan berat badan lahirnya juga normal. Tidak seperti kelahiran anak sebelumnya yang prematur delapan bulan sudah lahir dengan berat badan lahir kurang, yakni 2000 gram!
Habis lahir masih kena kuning lagi karena organ hatinya belum sempurna. Terpaksa menginap di KBRT selama dua minggu!

Membuat istriku mau minum vitamin secara teratur memang susah. Padahal ibu hamil 'kan rentan sekali kekuarangan darah. Kebutuhan zat besinya harus dipenuhi setiap hari. Demikian juga dengan zat-zat gizi lainnya.
Apalagi untuk menghadapi persalinan, kebutuhan akan darah harus cukup. Jika ternyata darahnya kurang akibat banyak yang hilang saat bersalin, harus ditambahkan darah transfusi sebagai penggantinya. Kalau di Jawa sana nggak masalah. Stok darah PMI selalu tersedia lebih. Kalaupun tidak tersedia ada banyak jaringan sanak saudara yang siap sumbangkan darah. Lhah, disini? Setiap hari kulihat monitoring stok darah di koran lokal 0-0-1-0 masing-masing untuk golongan A, B, O dan AB. Payah!
Aku sendiri pernah mau donor darah, tapi ditolak karena berat badanku tidak mencapai 45 kg. Kurang, katanya. Padahal di Solo aku pernah donor darah juga tidak ditolak. Padahal berat badanku sampai sekarang tidak pernah lebih dari 45 kg!
Kebiasaan jalan-jalan juga tidak mau dilakukannya. Padahal ibu-ibu hamil lainnya sudah pada senam hamil, relaksasi dan pernapasan untuk mengurangi rasa sakit waktu bersalin juga untuk mempersiapkan otot-otot persalinan agar tidak kram atau cedera waktu bersalin.
Memang susah!

Ceritanya sekarang ini aku jadi Suami Siaga (siap antar-jaga). Jaga sih oke. Tapi untuk antar-antar ini, sepertinya aku tidak mungkin membawa pulang mobil kantor setiap hari. Aku ‘kan bukan bos di kantorku. Bahkan membawa kuncinya saja pun tidak mungkin. Jadi terpaksa mengandalkan para tukang bentor (becak motor a’la Gorontalo) yang lalu-lalang setiap hari di depan rumah.
Tapi adakalanya para tukang bentor itu sombong juga! Pada saat dibutuhkan secara darurat dia malah jual mahal. Masih mending kalau taripnya dinaikkan, ini malah cuek bebek. Ngeloyor saja meski dipanggil-panggil. Sebel!
Pernah suatu ketika anakku yang SD ini sudah hampir terlambat sekolah. Pagi-pagi hujan gerimis tidak mungkin kularikan dengan sepeda motorku. Manggil bentor nggak ada yang mau berhenti! Sombong s’kaali? Baru jadi tukang bentor ‘aja sombong minta ampun!
Gue sumpahin jadi bentor lu!

Terpaksa harus ada Plan B: Menolong persalinan istriku sendiri!
Wuizz! Bisa?
Bukan itu pertanyaannya. Dulu jaman nenek moyang kita belum ada bidan, dokter dan paramedis. Bahkan Dukun Beranak juga belum dilahirkan! Ada ibu yang bersalin, bisa kok! Kenapa sekarang tidak bisa?
Pertanyaannya: Berani?
Nah, kalau keadaan terpaksa aku bisa jadi Raja Tega. Berani saja tidak cukup! Harus mahir!
Toh aku punya banyak pengalaman menolong persalinan istri orang (maksudnya dulu waktu jadi ko-asisten, sebelum lulus Dokter), kenapa nggak sanggup menolong istri sendiri?
Masih kuingat, dulu punya buku tugas yang harus dimintakan tanda tangan ke dosen sebagai bukti habis menolong persalinan. Tanda tangan harus terkumpul 20 untuk persalinan normal dan 10 untuk yang tidak normal, baru bisa ujian.
Ditambah lagi waktu menolong persalinan saat praktek di klinik bersalin dan waktu PTT menemani Bidan Desa yang ketakutan menolong persalinan yang sedikit abnormal. Cukup!
Masalahnya sudah lama tidak menolong persalinan! Tapi yang terpenting bayi harus lahir dalam selang waktu tertentu, dan segera menangis setelah lahir. Jika tidak, bersiaplah melakukan resusitasi.

Persiapan mental sudah. Ketrampilan? Oke lah! Sekarang peralatan!
Nah, lama tidak praktek barang-barangku berantakan entah kemana. Lebih lagi baru-baru ini aku pindah rumah kontrakan. Minor Set modal praktekku dulu tentu sudah lenyap entah dimana. Belum lagi Stetoskop dan Tensimeter Air Raksa itu pasti sudah raib entah kemana!
Berhubung sekarang kerja kantoran pegangannya komputer, kutinggalkanlah benda-benda bersejarahku itu!
Peralatan terpenting yang diperlukan adalah sewaktu harus memotong tali pusat. Jadi harus ada gunting, klem, kassa steril dan cairan Povidon Iodin (Misalnya: Betadine®). Klem sementara ini bisa diganti kassa steril untuk mengikat tali pusat sebelum dipotong, jadi klem bisa ditinggalkan. Gunting harus yang tajam, steril, kalau perlu yang baru dan belum dipakai. Jadi gunting, kassa steril dan Betadine® harus dibeli.

Persiapan lain berupa air hangat untuk memandikan bayi yang baru lahir, lengkap dengan ember plastik dan handuknya.
Sibuk ngurus sang Bayi, t’rus ibunya bagaimana? Kase biar jo! ‘Kan ada anak perempuanku yang sudah agak besar itu bisa disuruh-suruh ini dan itu. Tapi kalau dia pas sekolah atau tidur gimana ya?
Sebenarnya pekerjaan yang tidak kalah penting adalah memastikan plasenta terlahir dengan lengkap tanpa tertinggal sedikitpun. Kalau sampai ada yang tertinggal, apalagi masih menempel di akarnya, itu sumber perdarahan bagi sang ibu. Ingat! Angka kematian ibu terbesar disebabkan karena perdarahan, baru oleh karena infeksi. Setelah yakin plasenta terlahir semua, baru cek kontraksi rahim sang ibu. Kontraksi harus baik, ini mencegah terjadinya perdarahan yang berlebihan pasca melahirkan. (Semoga teorinya belum berubah, nih!)
Selesai!

Tapi itu ‘kan Plan B. Kalau darurat saja. Plan A-nya apa?
Kembali panggil tukang bentor dong! Bawa sang istri tercinta ke Rumah Sakit yang telah direncanakan. Kalau perlu pesan kamar dari sekarang.
Lho? Bersalinnya ‘kan masih sebulan lebih?
Itulah lucunya Gorontalo! Kalau pas hari H jangan harap dapat kamar kosong untuk opname. Bisa-bisa terbengkalai di UGD selama lebih dari tiga hari! Ini pengalaman!
Gorontalo, dilawan!

Untuk Plan A harus mulai menyiapkan barang-barang yang sekiranya akan di bawa ke Rumah Sakit nanti pada saat akan melahirkan. Barang-barang itu dikemas rapi dalam satu tas atau travel bag. Ini akan mempermudah apabila saat melahirkan datang tidak kebingungan lagi, tinggal berangkat saja.
Nah, barang-barang dalam tas yang disiapkan:

Untuk Ibunya:
• Kartu Medical Record, ini yang sering lupa dibawa
• 2 Baju tidur one-piece (daster)
• 1 pasang piyama, tidak siap piyama ya jaket atau sweater
• 1 baju hamil terusan (kalau ada teman kantor dtg setelah melahirkan)
• kaos kaki, selain untuk menghadapi kalau kedinginan di Rumah Sakit, juga untuk penangkal nyamuk di rumah sakit yang ganas!
• celana panjang berukuran besar
• baju ganti untuk pulang
• bra menyusui, breast pads, maternity underwear + gurita ibu
• 1 lusin pembalut wanita untuk masa nifas
• botol berisi minuman
Untuk Bayinya
• 6 popok kain, 6 gurita bayi
• 5 baju ganti bayi + untuk pulang
• selimut untuk pulang + kain bedong + perlak kecil
• 2 pasang kaos kaki + kaos tangan bayi
• shampoo, sabun mandi, bedak untuk bayi.
• minyak telon tidak perlu, selain tidak efektif juga bisa menimbulkan iritasi kulit bayi kalau tidak cocok
Untuk Sang Ayah dan Sang kakak dari bayi yang juga masih kecil:
• 2 kaos ganti + peralatan mandi + buku bacaan
• HP dan kamera
Nah untuk isi tas diperkirakan untuk perawatan dua hari di rumah sakit, kalau ternyata lebih ya tinggal ambil lagi. Jadi untuk sang bayi memang harus sudah dipersiapkan yang banyak. Pengalaman tidak sempat mau mencucinya.

Sudah! Pasti ada saja yang ketinggalan nih!

0 komentar: